JAKARTA. Proyek pipanisasi gas Kalimantan, Jawa, Sumatera terancam mangkrak. Pasalnya, hingga kini pemerintah tidak memberi kepastian tentang alokasi gas alam yang akan mengalir ke Jawa dari sumur gas di Bontang, Kalimantan Timur. Tanpa ada kepastian itu, para investor tidak akan mau berinvestasi membangun pipa gas. Maklum tanpa ada gas yang mengalir, pipa gas itu akan sia-sia. "Kami minta tidak banyak, sekitar 700 juta standar kaki kubik per hari (MMFCD)," kata Anggota Komite Badan Pengatur Hulu Migas Triyono, kepada KONTAN, Kamis (14/8). Saat ini pemerintah masih bernegosiasi dengan Jepang untuk menentukan kelanjutan kerjasama jual beli gas yang akan berakhir 2011. Negosiasi tersebut belum menghasilkan keputusan, termasuk keputusan untuk mengalokasikan gas ke Jawa. Triyono meminta pemerintah untuk tidak melupakan kebutuhan gas di dalam negeri, meski harga ekspor gas alam di pasar spot sangat menjanjikan, yakni sekitar US$ 20 per juta britiish thermal unit (MMBTU). Harga tersebut sangat tinggi dibanding kontrak pemerintah yang hanya US$ 3,35 per MMBTU, atau harga di Indonesia sekitar US$ 12 hingga US$ 16 per MMBTU. Kapasitas gas Bontang mencapai 3.000 MMCFD. Rencananya sekitar 1.400 MMCFD akan diekspor lagi ke Jepang, begitu kontrak yang lama berakhir 2011. Nah, BPH Migas meminta pemerintah tetap mau mengalokasikan gas ke Jawa lewat pipa dasar laut. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Legowo mengakui pemerintah belum memutuskan soal alokasi gas untuk Jawa. "Sekarang pemerintah menegoisasi lagi soal gas Bontang, tunggu saja," kata Evita. Proyek pipanisasi ini menghubungkan Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Dari Kalimantan, pemerintah mengandalkan gas dari Bontang. Sedangkan dari Sumatera, pemerintah mengandalkan gas dari berbagai sumur gas milik berbagai kontraktor. Pipa gas yang menghubungkan Kalimantan dengan Jawa telah dimenangkan oleh Bakrie and Brothers, perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie. Sementara ruas Semarang-Gresik milik PT Pertagas, anak usaha Pertamina. Dan ruas Cirebon-Semarang, milik PT Rekayasa Industri. Adapun ruas pipa di Pulau Jawa yang masih belum tersambung ialah Muara (Bekasi)-Cirebon sepanjang 220 kilometer. Menurut jadwal, pada Juli 2008 lalu seharusnya BPH Migas sudah mengumumkan pemenang ruas tersebut. Akibat belum ada kepastian gas Bontang, tender ruas Muara Bekasi- Cirebon pun menggantung. Menurut rencana, dari ruas itulah pasokan gas kepada industri di Jawa Barat mengalir. "Kami minta alokasi gas ke Jawa tetap ada, sebab industri dan masyarakat sangat perlu," kata Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Gas dari Bontang Tak Jelas, Proyek Pipanisasi di Jawa Mangkrak
JAKARTA. Proyek pipanisasi gas Kalimantan, Jawa, Sumatera terancam mangkrak. Pasalnya, hingga kini pemerintah tidak memberi kepastian tentang alokasi gas alam yang akan mengalir ke Jawa dari sumur gas di Bontang, Kalimantan Timur. Tanpa ada kepastian itu, para investor tidak akan mau berinvestasi membangun pipa gas. Maklum tanpa ada gas yang mengalir, pipa gas itu akan sia-sia. "Kami minta tidak banyak, sekitar 700 juta standar kaki kubik per hari (MMFCD)," kata Anggota Komite Badan Pengatur Hulu Migas Triyono, kepada KONTAN, Kamis (14/8). Saat ini pemerintah masih bernegosiasi dengan Jepang untuk menentukan kelanjutan kerjasama jual beli gas yang akan berakhir 2011. Negosiasi tersebut belum menghasilkan keputusan, termasuk keputusan untuk mengalokasikan gas ke Jawa. Triyono meminta pemerintah untuk tidak melupakan kebutuhan gas di dalam negeri, meski harga ekspor gas alam di pasar spot sangat menjanjikan, yakni sekitar US$ 20 per juta britiish thermal unit (MMBTU). Harga tersebut sangat tinggi dibanding kontrak pemerintah yang hanya US$ 3,35 per MMBTU, atau harga di Indonesia sekitar US$ 12 hingga US$ 16 per MMBTU. Kapasitas gas Bontang mencapai 3.000 MMCFD. Rencananya sekitar 1.400 MMCFD akan diekspor lagi ke Jepang, begitu kontrak yang lama berakhir 2011. Nah, BPH Migas meminta pemerintah tetap mau mengalokasikan gas ke Jawa lewat pipa dasar laut. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Evita Legowo mengakui pemerintah belum memutuskan soal alokasi gas untuk Jawa. "Sekarang pemerintah menegoisasi lagi soal gas Bontang, tunggu saja," kata Evita. Proyek pipanisasi ini menghubungkan Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. Dari Kalimantan, pemerintah mengandalkan gas dari Bontang. Sedangkan dari Sumatera, pemerintah mengandalkan gas dari berbagai sumur gas milik berbagai kontraktor. Pipa gas yang menghubungkan Kalimantan dengan Jawa telah dimenangkan oleh Bakrie and Brothers, perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie. Sementara ruas Semarang-Gresik milik PT Pertagas, anak usaha Pertamina. Dan ruas Cirebon-Semarang, milik PT Rekayasa Industri. Adapun ruas pipa di Pulau Jawa yang masih belum tersambung ialah Muara (Bekasi)-Cirebon sepanjang 220 kilometer. Menurut jadwal, pada Juli 2008 lalu seharusnya BPH Migas sudah mengumumkan pemenang ruas tersebut. Akibat belum ada kepastian gas Bontang, tender ruas Muara Bekasi- Cirebon pun menggantung. Menurut rencana, dari ruas itulah pasokan gas kepada industri di Jawa Barat mengalir. "Kami minta alokasi gas ke Jawa tetap ada, sebab industri dan masyarakat sangat perlu," kata Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News