Gawat! Di negara-negara ini nilai kurs resmi bisa selisih 750% dari nilai kurs pasar



KONTAN.CO.ID - LONDON. Pukulan finansial oleh pandemi COVID-19 telah memperlambat upaya bank sentral di berbagai negara untuk menyatukan nilai tukar paralel mata uang mereka.

Sebuah penelitian, menurut Reuters, menyebut sekarang ada 22 negara memiliki lebih dari satu nilai tukar. Institute of International Finance (IIF) mengungkapkan informasi itu dalam sebuah laporan.

Jika nilai tukar resmi mata uang sebuah negara sangat berbeda dari tarif yang tersedia untuk orang atau bisnis biasa, hal itu dapat menyebabkan berbagai masalah ekonomi.

"Nilai tukar resmi yang lebih kuat daripada nilai tukat di pasar akan menghambat investasi asing langsung, mengurangi pasar valas antar bank, mendorong pencarian sewa, dan menghambat perkembangan bisnis," kata Garbis Iradian, kepala ekonom IIF untuk Timur Tengah, Afrika Utara, Kaukasus, dan Asia Tengah.

Baca Juga: Minat Investor Atas Aset Berisiko Berpeluang Menjaga Posisi Rupiah Hari Ini (24/3)

"Dalam lingkungan global yang sulit saat ini bank sentral di beberapa negara dengan nilai tukar ganda telah menahan diri dari kebijakan pengetatan moneter," kata laporan itu.

Sekadar gambaran, kurs pasar paralel pada Maret 2021 melebihi nilai tukar resmi hingga 720% di Lebanon, 520% ​​di Turkmenistan, dan di 490% di Iran.

Nilai tukar Lebanon mulai bermasalah pada akhir 2019 ketika kelumpuhan politik menyebabkan hilangnya kepercayaan secara drastis, kata laporan itu.

"Selisih yang besar mendorong penyelundupan atau perdagangan ilegal," tulis Iradian, menambahkan bahwa subsidi produk-produk dasar seperti bahan bakar akan mengelair ke negara tetangga.

Melihat sejumlah studi kasus dari Angola hingga Mesir, IIF menemukan bahwa menyesuaikan nilai tukar resmi ke tingkat kliring pasar tidak selalu menyebabkan depresiasi lebih lanjut. Tetapi kebijakan moneter dan fiskal yang ketat serta reformasi struktural diperlukan untuk menstabilkan nilai tukar terpadu di luar jangka pendek, kata IIF.

Selanjutnya: Koreksi aset kripto dinilai hanya bersifat sementara

Editor: Hasbi Maulana