Gayayanto: Gagal di rotan dan garmen, berhasil di bisnis kemasan



Apabila dilakukan dengan serius, pekerjaan kecil bisa menghasilkan pendapatan besar. Gayayanto Sutedjo membuktikan hal ini. Bermodal hobi membuat kerajinan tangan, ia berhasil di bisnis kemasan premium dengan omzet ratusan juta per bulan.Gagal di satu bidang berarti peluang di bidang lain. Prinsip ini dipegang benar oleh Gayayanto Sutedjo, pemilik PT Ratindo Artistik yang bergerak di bisnis kemasan. Pernah merasakan kepahitan rugi miliaran rupiah akibat bisnis rotan dan menghadapi kenyataan bisnis garmennya bangkrut, ia tetap bangkit dan kini sukses di bisnis kemasan. Ratindo Artistik merupakan salah satu produsen kemasan premium. Disebut premium lantaran bahan dasarnya adalah kertas vinil setebal tiga milimeter (mm) serta dilapisi kain dan dibalut dengan indah. Produknya dipakai untuk membungkus beberapa barang eksklusif, seperti pulpen mewah, jam tangan mahal, hingga kartu kredit. Penggunanya sebagian besar bank, hotel berbintang lima, dan perusahaan keramik internasional seperti Doulton Indonesia. Dalam sebulan, Gayayanto memproduksi sekitar 15.000 kemasan dalam bentuk tempat kado, laptop, tempat sampah berbagai jenis dan ukuran. Harga jualnya mulai Rp 12.000 hingga Rp 60.000. Dalam sebulan, omzet Ratindo Artistik mencapai Rp 400 juta. “Kalau Lebaran bisa lebih besar karena musim peak. Soalnya, biasanya toko kue ikut memesan,” katanya.Kesuksesan Gayayanto sekarang ini tidak lepas dari usaha keras dan jatuh bangun. Saat membangun bisnis rotan pada 1989, ia sebenarnya sempat mencicipi kesuksesan. Rotan buatannya diekspor ke tujuh pembeli tetap di Jepang. Tapi, pada tahun 2003, bisnisnya terus turun dan hanya tersisa dua pelanggan tetap. Alhasil, pengiriman ke Jepang ikut drop, dari semula delapan kontainer per bulan menjadi tinggal satu kontainer. Itu pun tidak rutin.Bisnis rotan yang meredup ini membuat Gayayanto juga menekuni bisnis garmen pada tahun 2000–2003. Tapi keberuntungan belum berpihak. Justru di saat bisnis rotannya megap-megap, usaha garmennya ikutan merugi karena tidak terserap pasar. Alhasil, ia merugi miliaran rupiah di bisnis garmen.Namun, Gayayanto tidak patah semangat. Begitu gagal di bisnis rotan dan garmen, akhir tahun 2003, dia mulai melanjutkan hobi lamanya membuat kemasan hasil kerajinan tangan. “Kebetulan, dari kecil saya senang membuat tugas prakarya, sampai kamar saya penuh hasil buatan sendiri,” terangnya.Saat itu, Gayayanto belum berpikir hasil karyanya akan menjadi bisnis besar. Tujuan awalnya adalah agar penghasilan tetap mengalir. Tapi, ketika peminatnya makin banyak, ia mulai menyeriusi bisnis kemas-an hasil kerajinan tangan ini.Meski sempat menjadi bos perusahaan besar, ia tidak malu mengawali bisnis dari nol. Ia bahkan memasarkan sendiri produk kemasan ke kawasan Kemang. “Sampai nenteng-nenteng setiap hari,” terangnya.Momentum Gayayanto untuk memasarkan kemasan dimulai pada tahun 2004. Saat itu, saudaranya yang bekerja di Departemen Perindustrian menyarankannya ikut pameran di Malaysia. Terbukti, saran itu jitu. Dari pameran pertama di negeri jiran itu, produk kemasan buatan Gayayanto laris.Setelah semakin dikenal banyak pihak, pada tahun 2005, Gayayanto mulai mendapat pesanan dari hotel dan perusahaan. Saat itu, produknya belum fokus ke kemasan premium. Ia masih membuat produk lain seperti kotak suvenir untuk kado pernik wanita. Ia menamai produknya Garilanocraft yang diambil dari nama depan istri, kedua anak, dan dirinya.Mengalahkan ChinaBaru tahun 2006, Gayayanto serius membuat produk kemas-an premium. Setahun kemudian, ia mengajak keponakannya yang tamatan jurusan desain untuk bergabung. Pada tahun 2008, Gayayanto mendapat tawaran untuk memasok kemasan ke PT Doulton Indonesia. Selama setahun, ia mengirimkan contoh ke kantor pusat Doulton di London, Inggris, untuk diadu dengan produk serupa dari China. Kali ini, keberuntungan berpihak pada Gayayanto. Pada akhir 2009, ia terpilih memasok bungkus produk keramik. Meski senang, ia justru pusing. Sebab, sekali memesan, Doulton meminta sampai 13.000 kemasan per bulan. “Pontang-panting harus menyiapkan. Waktu itu belum siap,” ungkap pria penggemar sepeda ini.Seperti kata pepatah, di balik kejadian pasti ada hikmah. Dari pengalaman itu, Gayayanto justru mendapat pelajaran berharga. Kemudian ia merekrut karyawan baru untuk mengejar produksi. Ia juga mendirikan perusahaan bernama PT Ratindo Artistik. Selain memenuhi pesanan Doulton yang mencapai 13.000 kemasan per bulan, Gayayanto juga melayani pesanan dari beberapa perusahaan, masing-masing sebanyak maksimal 1.000 kemasan per bulan.Seiring tuntutan pasar, Gayayanto terus memperbaiki kualitas kemasan. Saat ini, ia telah menggunakan dua unit mesin untuk proses pengeleman dan membentuk lingkaran. Tapi, tahap akhir pengerjaan tetap dilakukan manual oleh 80 karyawannya. Ia juga terus membuat desain baru kemasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi