KONTAN.CO.ID - Beberapa waktu lalu kasus mahasiswa yang melakukan bunuh diri semakin meningkat. Hal ini menjadi gambaran bahwa kesehatan mental masih sering diabaikan. Psikolog Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Diana Rahmasari, dalam sebuah seminar yang diselenggarakan oleh
UNESA, menjelaskan bahwa kesehatan mental mahasiswa harus diperhatikan, ditangani serius dan secara bersama-sama. Menurutnya, depresi merupakan kondisi emosional yang ditandai dengan kesedihan yang amat sangat, perasaan tidak menentu dan perasaan bersalah dan tidak berarti.
Kondisi itu berkaitan dengan seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) dan dapat mempengaruhi motivasi seseorang dalam beraktivitas dan berkegiatan sehari-hari.
Baca Juga: 11 Manfaat Rutin Konsumsi Selendri yang Menakjubkan, Bisa Lunturkan Kolesterol Jahat Penyebab dan gejala depresi
Depresi disebabkan beberapa faktor, bisa disebabkan oleh faktor biologis, psikologis, dan sosial. "Sering irasional, nyalahin diri sendiri, merasa tidak bisa mengendalikan lingkungan dan kondisi diri sendiri juga bisa memicu stres, termasuk trauma masa lalu, putus cinta, dan seterusnya," jelas Kasubdit
Mitigasi Crisis Center (SMCC) UNESA itu, dikutip dari situs UNESA Ketika seseorang merasakan stres harus ditangani supaya tidak berlanjut pada kondisi depresi. Jika tidak segera ditangani, stres tersebut bisa menjadi distres. Distres inilah nanti bisa menjadi depresi yang memicu orang melakukan perilaku-perilaku seperti bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu risiko dari kondisional depresi. Ada beberapa risiko lain yang bisa dilihat seperti perubahan signifikan yang terjadi. Contohnya seperti gangguan tidur, gangguan interpersonal, gangguan makan, gangguan pekerjaan atau kuliah, dan perilaku lain yang merusak. Seseorang yang mengalami depresi biasanya akan menunjukkan beberapa gejala. Gejala-gejala depresi yang perlu diperhatikan yakni: 1. Gejala fisik seperti gangguan pola tidur, turunnya tingkat aktivitas, sulit makan atau makan berlebihan, sulit berkonsentrasi, energi lemah dan gejala fisik yang tidak hilang seperti sakit kepala dan gangguan pencernaan. 2. Gejala psikis berupa rasa sedih, cemas, hampa berkepanjangan, putus asa dan pesimis, rasa bersalah, merasa tidak berharga dan tidak berdaya atau tidak berguna, lalu mudah tersinggung, kehilangan rasa percaya diri, sensitif atau
baper dan memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup. 3. Gejala sosial seperti menurunnya aktivitas dan minat sehari-hari, menarik diri dari lingkungan sosial dan menyendiri, tidak ada motivasi untuk melakukan apapun, dan hilangnya hasrat untuk hidup.
Baca Juga: Jangan Diabaikan, Ini Ciri-Ciri Ibu Kena Baby Blues Syndrome Pasca Melahirkan Cara tepat mengelola stres
Ketika mengalami stres, ada beberapa hal yang bisa dilakukan agar tidak menjadi depresi. Salah satunya bisa dengan menerapkan
Buffering Model yang terdiri dari sejumlah langkah sederhana, di antaranya 1. Mengembangkan pola pikir positif. Otak manusia bekerja dengan kata-kata, karena itu perlu mempersepsikan dan memaknai kehidupan secara positif. Orang yang depresi, otaknya bekerja dengan kata-kata negatif seperti saya tidak ada harapan, orang-orang membenci saya, saya membenci diri saya, dan seterusnya. 2. Mengembangkan spiritualitas. 3. Memiliki
support system. 4. Berbagi atau bercerita kepada orang lain yang dipercaya. 5. Mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah. Ketika seseorang mengalami stres atau depresi yang berat memang harus ditangani atau berkonsultasi kepada profesional seperti psikolog. Profesional akan melakukan
resiliensi dan
goal setting, yaitu membangun supaya individu punya harapan ke depan.
Diana memaparkan bahwa aktivitas sehari-hari dapat menjadi salah satu penanganan stres. Cukup sehari atau dua hari menyendiri atau duduk di kamar dan jangan terlalu lama. Jangan ditambah dengan mendengarkan musik yang sendu yang justru akan menambah rasa sedih sehingga enggan untuk keluar kamar. "Caranya, keluarlah dari kamar dan ikuti kegiatan positif dan kembangkan kompetensi, minat dan bakat," ucapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News