JAKARTA. Isu melemahnya bursa China yang akhirnya menyeret bursa global mempengaruhi rupiah dalam sepekan ini. Di Pasar Spot, Jumat (8/1) nilai tukar rupiah di hadapan dollar AS menguat tipis 0,03% ke level Rp 13.923 per dollar AS. Namun dalam sepekan terakhir, rupiah tergerus 0,67% Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah naik 0,52% ke level Rp 13.874 per dollar AS dibanding sehari sebelumnya dan terkikis 0,57% sepekan ini.
Agus Chandra, Research and Analyst PT Monex Investind Futures mengatakan, sentimen negatif dari pasar saham China telah memberi tekanan pada rupiah. Bursa saham China sejak awal pekan mengalami kejatuhan hingga perdagangan dihentikan. Jika melihat data ekonomi, manufaktur China juga mengalami penurunan dan mencatat kontraksi di bulan kelima. Kejatuhan bursa saham serta melemahnya data ekonomi China turut mempengaruhi saham di emerging market termasuk Indonesia sehingga berimbas pada pelemahan rupiah. Tekanan lain datang dari data ekonomi negeri paman sam yang menambah tenaga pada dollar AS. Pekan ini AS merilis data ADP Non-Farm Employment Change bulan Desember yang naik menjadi 257.000 dari bulan sebelumnya 211.000. “Ini menimbulkan optimisme kenaikan pada non farm payroll,” ujar Agus.
Di samping itu, data defisit neraca perdagangan AS bulan November juga mengalami penurunan menjadi US$ 42,4 miliar dari sebelumnya US$ 44,6 miliar. Sementara dari dalam negeri, data inflasi bulanan pada Desember 2015 naik 0,96% atau merupakan yang tertinggi sejak 2010. “Data inflasi bulanan kurang bagus meski secara tahunan inflasi 3,3% sejalan dengan yang diharapkan BI,” lanjut Agus. Awal pekan depan, Agus menduga rupiah masih akan bergerak sideways dipengaruhi data Non Farm Payroll (NFP) AS yang dirilis Jumat malam (8/1). Kenaikan data NFP dapat berimbas pada naiknya dollar AS sehingga menekan rupiah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto