Gejolak pasar pengaruhi minat investor terhadap obligasi korporasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi korporasi ikut terseret berbagai sentimen negatif yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Kondisi ini juga mempengaruhi minat para investor terhadap instrumen tersebut.

Lihat saja, beberapa penerbit obligasi korporasi belakangan ini gagal memenuhi target jumlah pokok. Misalnya, jumlah pokok Obligasi Berkelanjutan III FIF Tahap IV Tahun 2018 yang mampu diserap pasar hanya mencapai Rp 1,3 triliun. Padahal, obligasi milik Federal International Finance tersebut menargetkan mampu memperoleh jumlah pokok sebesar Rp 1,5 triliun.

Bukan cuma itu, obligasi dan sukuk ijarah berkelanjutan yang diterbitkan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya mampu mencatatkan jumlah dana sebesar Rp 1,06 triliun. Angka ini lebih rendah ketimbang target perusahaan sebesar Rp 2,5 triliun.


Ekonom PT Pemeringkat Efek Indonesia, Fikri C. Permana menilai, para investor saat ini cenderung wait and see sembari menunggu yield Surat Utang Negara (SUN) kembali kompetitif. Hal ini mengingat kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat masih mungkin berlanjut bahkan hingga tahun depan, sehingga potensi tren kenaikan yield SUN sekaligus kupon obligasi korporasi juga masih bisa terjadi.

Di sisi lain, sejumlah perusahaan justru menyiasati tren tersebut dengan mempercepat penerbitan obligasi korporasi. Dengan begitu, tak heran ada beberapa penerbit obligasi korporasi yang gagal memenuhi target penerbitannya.

Senada, Rio Ariansyah, Senior VP & Head of Investment Recapital Asset Management berpendapat, ketidakmampuan kedua perusahaan tersebut dalam memenuhi target nilai penerbitan obligasi korporasi merupakan fenomena yang lumrah terjadi di tengah lesunya kinerja pasar obligasi korporasi sepanjang tahun ini.

Dia memberi contoh, salah satu seri Obligasi Berkelanjutan III FIF Tahap IV Tahun 2018 memiliki tenor 3 tahun dengan tawaran kupon sebesar 8,75%. Angka ini sudah didekati oleh yield SUN seri FR0034 yang juga bertenor 3 tahun sebesar 7,85% hingga Kamis (27/9).

"Karena tren yield SUN lagi naik, seharusnya issuer lebih berani lagi memasang kupon tinggi dengan spread yang lebih lebar dari biasanya," katanya, hari ini.

Para investor pun dinilai Rio menjadi lebih waspada. Dengan adanya potensi tren kenaikan yield SUN secara jangka panjang, investor khawatir apabila di waktu sekarang membeli obligasi korporasi, maka kupon yang diperolehnya kelak akan terkejar oleh yield SUN.

Valuasi harga obligasi yang diperoleh para investor juga menjadi lebih rendah ketimbang harga di pasar. Kondisi seperti ini sulit dihindari mengingat obligasi korporasi jarang diperdagangkan di pasar sekunder sehingga perubahan yield dan harganya cenderung terbatas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Narita Indrastiti