JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memanggil manajemen PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) terkait rencana perseroan menggelar rights issue dengan nilai jumbo, yakni Rp 8,1 triliun. Aksi ini ditengarai merupakan aksi backdoor listing yang dilakukan PT Hokindo Mediatama. Hokindo adalah perusahaan properti yang sahamnya kini dimiliki PT Fajarindah Megah Perkasa, perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Hong Kong. T Guntur Pasaribu, Presiden Direktur Mark Asiaw Strategic, - penasihat keuangan RIMO- mengatakan, ia dan manajemen RIMO telah bertemu dengan BEI. Pihaknya dimintai klarifikasi data dan rencana rights issue. Dana dari rights issue itu yang akan digunakan untuk mengakuisisi Hokindo. "Mereka (BEI) concern pada rencana kerja (RIMO) ke depan," ujar Guntur belum lama ini. Ia pun mengaku telah menjelaskan secara gamblang rencana tersebut kepada BEI. Hokindo merupakan perusahaan properti yang memiliki land bank hampir 1.200 hektare (ha). Lahan itu tersebar di sejumlah wilayah, yakni Jakarta, Sumbawa, Serang, Pontianak, Jawa Barat, Kendari, Balikpapan, dan Kalimantan Selatan. Total aset Hokindo tercatat sebesar Rp 6,6 triliun. Namun, dari land bank seluas itu, baru yang di Pontianak yang sudah digarap sebagian, yakni lahan milik PT Matahari Pontianak Indah Mall. Ini adalah salah satu anak usaha Hokindo. Tak pelak, Hokindo belum menghasilkan untung dari bisnis propertinya. Hingga Maret 2015, Hokindo masih mencatatkan rugi usaha sebesar Rp 2,06 miliar dan rugi komprehensif sebesar Rp 1,92 miliar. Adapun penjualan hanya sekitar Rp 3,61 miliar. Kinerja RIMO sendiri sudah berdarah-berdarah sejak 2009. Per Maret 2015, perusahaan retail ini menderita rugi Rp 867,79 juta. Jika RIMO mengakuisisi Hokindo, tampaknya laporan keuangan RIMO belum akan biru. Terlebih, seperti dikatakan Guntur, ekspansi kemungkinan baru akan dilakukan tahun 2016 mendatang. "Rencana pembangunan variatif, ada apartemen, perumahan, industrial estate, tergantung lokasi," kata dia. Jika rencana ini berjalan, maka ke depan mayoritas pendapatan RIMO akan berasal dari bisnis properti. Adapun bisnis ritel hingga saat ini masih dipertahankan. Bagaimana nasib perusahaan ini ke depan, kata Guntur, itu tergantung pada manajemen baru. Ia menambahkan, akan ada tambahan direksi dan komisaris di RIMO. Ini merupakan buntut dari potensi pembeli siaga yang berpotensi menjadi pemegang mayoritas. Seperti diketahui, RIMO berencana menerbitkan 30,6 miliar saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Harga eksekusi dibanderol Rp 265 per saham dengan harga nominal Rp 250 per saham. Sehingga, total nilai aksi korporasi ini mencapai Rp 8,1 triliun.
Gelar rights issue jumbo, BEI panggil RIMO
JAKARTA. Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memanggil manajemen PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) terkait rencana perseroan menggelar rights issue dengan nilai jumbo, yakni Rp 8,1 triliun. Aksi ini ditengarai merupakan aksi backdoor listing yang dilakukan PT Hokindo Mediatama. Hokindo adalah perusahaan properti yang sahamnya kini dimiliki PT Fajarindah Megah Perkasa, perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Hong Kong. T Guntur Pasaribu, Presiden Direktur Mark Asiaw Strategic, - penasihat keuangan RIMO- mengatakan, ia dan manajemen RIMO telah bertemu dengan BEI. Pihaknya dimintai klarifikasi data dan rencana rights issue. Dana dari rights issue itu yang akan digunakan untuk mengakuisisi Hokindo. "Mereka (BEI) concern pada rencana kerja (RIMO) ke depan," ujar Guntur belum lama ini. Ia pun mengaku telah menjelaskan secara gamblang rencana tersebut kepada BEI. Hokindo merupakan perusahaan properti yang memiliki land bank hampir 1.200 hektare (ha). Lahan itu tersebar di sejumlah wilayah, yakni Jakarta, Sumbawa, Serang, Pontianak, Jawa Barat, Kendari, Balikpapan, dan Kalimantan Selatan. Total aset Hokindo tercatat sebesar Rp 6,6 triliun. Namun, dari land bank seluas itu, baru yang di Pontianak yang sudah digarap sebagian, yakni lahan milik PT Matahari Pontianak Indah Mall. Ini adalah salah satu anak usaha Hokindo. Tak pelak, Hokindo belum menghasilkan untung dari bisnis propertinya. Hingga Maret 2015, Hokindo masih mencatatkan rugi usaha sebesar Rp 2,06 miliar dan rugi komprehensif sebesar Rp 1,92 miliar. Adapun penjualan hanya sekitar Rp 3,61 miliar. Kinerja RIMO sendiri sudah berdarah-berdarah sejak 2009. Per Maret 2015, perusahaan retail ini menderita rugi Rp 867,79 juta. Jika RIMO mengakuisisi Hokindo, tampaknya laporan keuangan RIMO belum akan biru. Terlebih, seperti dikatakan Guntur, ekspansi kemungkinan baru akan dilakukan tahun 2016 mendatang. "Rencana pembangunan variatif, ada apartemen, perumahan, industrial estate, tergantung lokasi," kata dia. Jika rencana ini berjalan, maka ke depan mayoritas pendapatan RIMO akan berasal dari bisnis properti. Adapun bisnis ritel hingga saat ini masih dipertahankan. Bagaimana nasib perusahaan ini ke depan, kata Guntur, itu tergantung pada manajemen baru. Ia menambahkan, akan ada tambahan direksi dan komisaris di RIMO. Ini merupakan buntut dari potensi pembeli siaga yang berpotensi menjadi pemegang mayoritas. Seperti diketahui, RIMO berencana menerbitkan 30,6 miliar saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Harga eksekusi dibanderol Rp 265 per saham dengan harga nominal Rp 250 per saham. Sehingga, total nilai aksi korporasi ini mencapai Rp 8,1 triliun.