KONTAN.CO.ID - GIANYAR. Desa Peliatan di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali dikenal sebagai penghasil kerajinan tradisional khas Bali. Salah satunya adalah seni patung. Desa Peliatan sudah disebut sebagai ‘desa pematung’ sejak puluhan tahun lalu. Pada mulanya, patung-patung kayu tersebut dibuat bukan untuk diperjualbelikan, melainkan digunakan sebagai persembahan di beragam upacara keagaman. Seiring dengan mulai datangnya turis ke Bali dan juga perkembangan industri pariwisata pada kisaran tahun 1970, pesanan patung kayu untuk dikomersilkan pun mulai berdatangan.
Banyaknya pesanan yang datang membuat hampir seluruh warga desa peliatan mulai menjajal industru tersebut dan menjadi pengrajin patung, dan keahlian itu diturunkan ke generasi-generasi selanjutnya di dalam keluarga. Meskipun jumlah pengrajin patung kayu saat ini tak sebanyak dulu, masih ada sejumlah warga yang tetap menggantungkan hidupnya dari hasil kerajinan tersebut. Salah satunya adalah Ketut Antari.
Baca Juga: Sungai Bersih di Desa Peliatan, Menghidupkan Tradisi yang Lama Hilang Tim Jelajah Ekonomi Desa Kontan menyambangi kediaman Ketut yang sudah puluhan tahun menjadi pengrajin patung kayu. Dia dan suami sudah melakoni profesi ini dari awal menikah hingga kini sudah memiliki cucu. Ketut bercerita, pandemi Covid-19 memang sangat memukul dia dan keluarga. Selama lebih dari dua tahun lamanya dia kehilangan pesanan patung dari para pengepul lantaran ‘matinya’ industri pariwisata Bali pada saat itu. Maklumlah, para pengepul ini biasa memasarkan kembali patung-patung buatan Ketut di toko Pasar Seni Sukawati. Nah, saat pandemi menghantam, konsumen toko yang mayoritasnya adalah turis ini tidak ada yang datang ke pasar, sehingga proses jual-beli pun terhenti begitu saja. “Waktu pandemi Covid-19 gak ada pesanan sama sekali, makannya saya balik kerja ke ladang dan menanam pisang atau nyarit daun kelapa terus dijual ke pasar,” ungkap Ketut kepada Tim Jelajah Ekonimi Desa, beberapa waktu lalu. Saat ini atau lebih tepatnya sejak akhir tahun lalu, pesanan dari para pengepul sudah mulai berdatangan kembali. Meski begitu, jumlahnya memang belum sebanyak dulu.
Baca Juga: Kebun Sereh dan Kumis Kucing Jadi Berkah Warga Desa Peliatan Biasanya, ujar Ketut, pesanan yang datang bisa membludak sampai-sampai ia dan suami kewalahan untuk menyelesaikan setiap pesanan tersebut. Sedangkan saat ini yang datang hanya satu hingga dua pengepul saja dalam kurun waktu tertentu. Wajar saja dulu Ketut dan suami sempat kewalahan, sebab ntuk mengerjakan dua patung kayu berukuran kecil saja bisa memakan waktu hingga satu hari penuh. Sedangkan pesanan yang datang dari satu pengepul biasanya bisa sampai ratusan patung. “Satu order bisa sampai 100an (patung), jadi secara bertahap diselesaikan gak bisa dibawa langsung 100. Kaadang-kadang buat 20 patung dulu terus diambil (oleh pengepul),” kata Ketut. Ketika ditanya soal omzet, Ketut berujar bahwa nominalnya berbeda-beda tergantung dari jumlah patung yang dibuat. Biasanya dalam satu hari Ketut mendapatkan upah sekitar Rp 50 ribu dari hasil pengerjaan dua patung kayu berukuran kecil.
Baca Juga: Kontan Kerja Nyata: Belajar Bersama Mengatasi Masalah Berton-ton Tumpukan Sampah Selama ini Ketut dan suami memang hanya menerima pesanan pembuatan patung kayu berukuran kecil, dengan bentuk kuda, singa, maupun macan. Namun, pengrajin lain ada juga yang memproduksi patung berukuran besar, tapi untuk membuatnya dibutuhkan alat khusus seperti gergaji. Jumlah pengrajin patung kayu di Desa Peliatan memang sudah turun drastis. Dari yang mulanya hampir seluruh rumah tangga adalah pengrajin, kini hanya tinggal dihitung jari jumlahnya.
Kondisi tersebut salah satunya terjadi karena transisi Desa Peliatan yang mulai berubah menjadi desa wisata. Kini, banyak dari warga desa yang mulai membuka usaha guest house untuk para turis. Pembenahan desa dari waktu ke waktu menjadi salah satu pendorong tumbuhnya minat para turis untuk ‘tinggal’ di Desa Peliatan. Hal ini pula yang membuat para warga desa tertarik untuk memulai bisnis penginapan, dan mulai meninggalkan profesi sebagai pengrajin. Selaun itu, para pemuda di desa juga tak banyak yang bisa membuat patung. Saat ini mayoritas dari mereka memilih bekerja di bidang pariwisata, seperti menjadi staff hotel di berbagai hotel di Bali Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Harris Hadinata