Gelombang kedua virus corona bikin Wall Street menguat tipis di awal pekan



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Wall Street bergerak bervariasi dengan indeks S&P 500 yang ditutup sedikit menguat setelah investor mulai menimbang lonjakan baru infeksi virus corona dengan harapan bahwa perekonomian dapat kembali pulih setelah sejumlah negara memberlakukan pelonggaran kebijakan penguncian dengan memulai kembali bisnis.

Pada penutupan perdagangan Senin (11/5), saham teknologi dan layanan kesehatan memberikan sokongan terbesar untuk ketiga indeks saham utama Amerika Serikat (AS). Di mana Nasdaq yang kaya dengan saham teknologi melaju untuk hari keenam secara berturut-turut.

Sedangkan saham blue-chip Dow Jones Industrial Average malah melemah 109,33 poin, atau 0,45%, menjadi 24.221,99. Sedangkan S&P 500 naik 0,39 poin, atau 0,01%, menjadi 2.930,19 dan Nasdaq Composite menambahkan 71,02 poin, atau 0,78%, menjadi 9.192,34

Baca Juga: Corona di seluruh dunia: Kasus melampaui 4,13 juta, angka kematian mendekati 282.000

Meskipun data ekonomi baru-baru ini terlihat suram, termasuk penambahan pengangguran di Amerika Serikat (AS) yang sebanyak 20,2 juta pada hari Jumat (9/5), Wall Street telah naik dalam beberapa pekan terakhir karena investor melihat potensi pemulihan ekonomi yang juga lebih cepat. 

"Investor telah membeli saham mengingat harapan realistis bahwa stimulus fiskal dan moneter besar-besaran akan menyalakan kembali pertumbuhan ekonomi dan kinerja perusahaan," kata David Carter, kepala investasi di Lenox Wealth Advisors di New York. 

"Saat ini, masih ada cukup banyak optimisme di pasar, tetapi ini bisa segera berakhir jika kasus virus corona muncul kembali," tambah dia.

Ketakutan terhadap gelombang kedua kasus virus corona kian nyata setelah adanya lonjakan infeksi virus corona baru di Jerman dan Korea Selatan yang sedang melakukan upaya awal untuk melonggarkan pembatasan dengan kembali membuka bisnis dan kehidupan sehari-hari yang lebih normal.

"Benar-benar tidak ada buku pedoman untuk krisis kesehatan seperti yang sekarang dialami dunia. Tanpa buku pedoman, ada jauh lebih sedikit kepastian dan pasar lebih cenderung bimbang," lanjut Carter

Editor: Anna Suci Perwitasari