KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa waktu belakangan, gelombang panas menjadi isu hangat yang dibicarakan. Pasalnya, fenomena gelombang panas telah menyebabkan ribuan orang meninggal dunia. Salah satu negara yang mengalami dampak besar gelombang panas adalah Portugal. Melansir
Reuters, Portugal telah melaporkan lebih dari 1.000 kematian akibat gelombang panas saat ini. Kepala kesehatan Portugal memperingatkan pada Selasa (19/7/2022) bahwa negara itu harus bersiap untuk mengatasi dampak perubahan iklim karena suhu terus meningkat.
"Portugal ... adalah salah satu wilayah di dunia yang dapat (lebih) terkena dampak panas ekstrem," jelas Graça Freitas, kepala otoritas kesehatan DGS, mengatakan kepada Reuters. Dia menambahkan, "Kami harus lebih dan lebih siap untuk periode suhu tinggi." Suhu di seluruh Portugal yang dilanda kekeringan melampaui 40 derajat Celcius (104 Fahrenheit) minggu lalu. Meskipun suhu di negara tersebut telah turun dalam beberapa hari terakhir, Freitas mengatakan mereka tetap di atas level normal untuk tahun ini.
Baca Juga: Cuaca Panas 40 Derajat Celcius Panggang Eropa, Bagaimana dengan Indonesia? Mungkinkah gelombang panas terjadi di Indonesia?
Mengutip
Kompas.com, gelombang panas adalah periode cuaca panas yang tidak umum, yang biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Untuk dianggap sebagai gelombang panas, suhu harus berada di luar rata-rata historis untuk area tertentu. Koordinator Sub Bidang Informasi Gas Rumah Kaca Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Alberth Nahas mengatakan, dari definisi dan klasifikasi yang ada saat ini Indonesia tidak pernah mengalami fenomena gelombang panas. "Gelombang panas itu kalau temperatur udara di suatu lokasi itu di atas 35 derajat Celsius selama 3-5 hari berturut-turut. Kebetulan kalau di Indonesia secara umum belum pernah terjadi," kata Alberth dalam diskusi Bicara Udara Journalist Class, Selasa (19/7/2022). Alberth menjelaskan, Indonesia sendiri belum pernah mengalami fenomena gelombang panas ini karena letak geografisnya yang dikelilingi oleh lautan. "Jadi salah satu komponen yang bisa mengurangi gelombang panas adalah komponen uap air," kata dia. Gelombang panas, umumnya terjadi berkaitan dengan berkembangnya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari.
Baca Juga: Warning BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Mengguyur Wilayah Ini hingga 23 Juli 2022 Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat. Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut. Alberth menambahkan, dengan letak geografis Indonesia yang dikelilingi lautan ini, membuat wilayah Indonesia selalu dalam kategori kondisi lembab. Oleh karenanya, fenomena gelombang panas ini belum pernah terjadi di Indonesia. Seperti yang diketahui, air yang ada di permukaan Bumi memiliki jumlah yang tetap. Pasalnya, air selalu bergerak dalam suatu lingkaran peredaran yang disebut siklus hidrologi atau siklus air. Dilansir dari
Sumber Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, siklus hidrologi terjadi dengan dipengaruhi sinar Matahari. Matahari memanfaatkan energi panas permukaan bumi, kemudian terjadi penguapan air dari sungai, danau, rawa, dan laut.
Baca Juga: Suhu Panas Bakar Eropa, Perdana Menteri Spanyol Sebut Perubahan Iklim Membunuh Setelah uap air terbentuk, ini akan naik ke atas, ke tempat yang lebih tinggi dengan suhu udara semakin rendah sehingga uap air dapat mengalami proses kondensasi. Proses kondensasi mengubah uap air menjadi kumpulan titik-titik air yang jatuh di permukaan Bumi sebagai hujan. "Jadi kita (Indonesia) selalu lembab," kata dia. Selain itu, gelombang panas hanya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi, sehingga tidak mungkin terjadi di wilayah Indonesia yang terletak di wilayah ekuator, terutama daerah Eropa.
"Di luar negeri biasanya kebanyakan lebih kering, ketika summer (musim panas) posisi matahari juga lebih naik, jadi potensi terjadinya heat wave (gelombang panas) juga besar," tambahnya. Dengan begitu gelombang panas tidak akan pernah terjadi di Indonesia. Fenomena panas yang bisa saja terjadi adalah panas ekstrem saja. "
Heat wave di Indonesia sampai saat ini tidak pernah terjadi. Tapi, kalau panas ekstrem 1-2 hari bisa atau pernah terjadi. Tapi, bukan
heat wave," tegasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie