KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terus menerjang industri tekstil dan alas kaki Indonesia. Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) menyebut ada sejumlah pabrik tekstil dan alas kaki yang melakukan PHK atau merumahkan para karyawannya. Pabrik-pabrik tersebut berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Misalnya, PT Duniatex yang dikabarkan melakukan PHK terhadap 3.000-an karyawannya. Lalu, ada Agungtex Group yang mem-PHK sekitar 2.000 karyawan, PT Kabana yang melakukan PHK pada 1.700-an karyawan, PT Pulaumas yang melakukan PHK pada 800-an karyawan, dan beberapa perusahaan lainnya.
Baca Juga: Gelombang PHK Mengintai Industri Garmen, Tekstil, dan Alas Kaki, Ini Tanggapan Apindo Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, berdasarkan temuan APSyFI, terdapat pengurangan karyawan di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sekitar 150.000 orang, baik berupa PHK atau karyawan yang dirumahkan, selama kuartal III-2022 sampai kuartal I-2023. Jumlah karyawan industri TPT yang di-PHK bisa saja jauh lebih besar lantaran tidak semua perusahaan melaporkan kondisi bisnisnya. Saat ini, ketidakpastian masih menyelimuti industri tekstil maupun alas kaki lantaran pasar ekspor yang belum pulih. Di sisi lain, pasar domestik masih dipenuhi barang impor, sehingga stok produk tekstil dan alas kaki di gudang masih tinggi. “Dengan begitu, perusahaan kembali melakukan pengurangan produksi dan terpaksa melakukan rasionalisasi karyawan,” ujar dia, Rabu (7/6). Menurut Redma, PHK menjadi opsi terakhir yang diambil oleh perusahaan-perusahaan tekstil maupun alas kaki. Sebisa mungkin pihak perusahaan cukup melakukan rasionalisasi dengan cara merumahkan karyawannya untuk sementara waktu, sehingga karyawan tersebut bisa direkrut kembali ketika kondisi bisnis perusahaan membaik. “Namun, untuk perusahaan yang benar-benar berada dalam kesulitan dan terpaksa melakukan PHK, maka sebisa mungkin harus memenuhi hak karyawannya,” terang dia. Hingga saat ini, pasar domestik masih dibanjiri produk tekstil dan alas kaki impor, baik produk legal dan ilegal. Padahal, peluang pasar domestik semestinya bisa dimaksimalkan oleh produsen TPT nasional ketika permintaan ekspor sedang lesu. Pihak APSyFI dan asosiasi terkait pun sudah berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian untuk membendung impor TPT di Tanah Air, sehingga industri TPT dalam negeri dapat pulih.
Baca Juga: Gelombang PHK Intai Industri Garmen, Tekstil dan Alas Kaki, Begini Respons Kadin “Selama pasar domestik dipenuhi barang impor, kami kira fenomena PHK ini masih akan berlanjut,” tukas Redma.
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ian Syarief sepakat, maraknya produk impor membuat para produsen TPT nasional tak berdaya. Sebenarnya, upaya-upaya untuk memberantas produk impor TPT bekas sudah dilakukan pemerintah. Namun, laju impor TPT secara keseluruhan masih sulit dibendung. Sebab, permintaan produk di negara-negara maju masih minim, sehingga sejumlah negara produsen TPT lainnya justru mengalihkan produknya ke Indonesia. “Ada ancaman impor dari Vietnam, Bangladesh, dan China yang masuk ke Indonesia,” kata Ian, hari ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .