JAKARTA. Pengaturan tata niaga terkait peredaran minuman keras (Miras) telah diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten/Kota. Hal ini setelah Mahkamah Agung (MA) memutus penghapusan beleid Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol. Ketua Nasional Gerakan Anti Miras (Genam) Fahira Idris, mengatakan, sebuah langkah baik MA memutus penghapusan Kepres Nomor 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol. “Kini pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) miras. Dengan kata lain, semua daerah di Indonesia berhak melarang Miras dengan Perda,” ujarnya, Jumat (5/7). Menurut Fahira, penghapusan Kepres Nomor 3/1997 tidak terlepas dari perjuangan panjang yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI). Sebelumnya, FPI melakukan judicial review terhadap Keppres Nomor 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol ke MA. Perkara yang mengantongi nomor 42 P/HUM/2012 itu diketok oleh ketua majelis hakim Dr Supandi dengan hakim anggota Dr Hary Djatmiko dan Yulius. Perkara tersebut masuk ke MA pada 10 Oktober 2012 dan diputus pada 18 Juni 2013 lalu. Setelah penghapusan Kepres Nomor 3/1997, Fahira juga menuntut pemerintah segera menerbitkan Undang-Undang(UU) tentang Miras dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Peredaran Miras. Menurutnya, penerbitan PP Pembatasan Peredaran Miras merupakan langkah darurat yang perlu segera diambil menunggu pembahasan draft RUU Anti Miras di DPR RI. Langkah-langkah tersebut perlu segera diambil karena peradaran miras di Indonesia sudah sangat memperihatinkan. Jika per hari jatuh korban 50 orang akibat Miras seperti kasus pembunuhan, perkosaan, dan kecelakaan maka rata-rata per tahun jumlah korban mencapai 18.250 jiwa. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), pada 2007 realisasi impor miras mencapai 28.690 karton. Jumlah ini meningkat tajam menjadi 143.668 karton pada 2008. Sedangkan, pada 2009, angka impor miras terus meroket hingga 279.052 karton. Dalam dua tahun terakhir, angka penjualan miras terus naik hingga dua kali lipat. “Dua tahun belakangan ini, saya yakin impor miras ke Indonesia melonjak tajam mengingat pertumbuhan gerai-gerai yang menjual miras juga meningkat tajam, “ tutur Fahira. Selain sosialisasi langsung, Gerakan Moral Anti Miras akan membuat direktori cafe, restoran, rumah makan, mini market sampai warung yang tidak menjual miras. “Relawan kami akan mengindentifikasi cafe sampai warung yang tidak menjual miras di seluruh Indonesia untuk dipasangkan stiker atau tanda bahwa tempat bersangkutan tidak menjual miras," ujarnya. Gerakan Moral Anti Miras juga akan segera melakukan kampanye bahaya miras ke sekolah-sekolah dan ke anak-anak jalanan di berbagai wilayah di Indonesia, dan berbagai kegiatan kampanye lainnya. Salah satunya pada 25 Agustus 2013 akan diselenggarakan Deklarasi Gerakan Anti Miras.
Genam: Pemerintah harus buat PP pembatasan miras
JAKARTA. Pengaturan tata niaga terkait peredaran minuman keras (Miras) telah diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten/Kota. Hal ini setelah Mahkamah Agung (MA) memutus penghapusan beleid Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol. Ketua Nasional Gerakan Anti Miras (Genam) Fahira Idris, mengatakan, sebuah langkah baik MA memutus penghapusan Kepres Nomor 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol. “Kini pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) miras. Dengan kata lain, semua daerah di Indonesia berhak melarang Miras dengan Perda,” ujarnya, Jumat (5/7). Menurut Fahira, penghapusan Kepres Nomor 3/1997 tidak terlepas dari perjuangan panjang yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI). Sebelumnya, FPI melakukan judicial review terhadap Keppres Nomor 3/1997 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol ke MA. Perkara yang mengantongi nomor 42 P/HUM/2012 itu diketok oleh ketua majelis hakim Dr Supandi dengan hakim anggota Dr Hary Djatmiko dan Yulius. Perkara tersebut masuk ke MA pada 10 Oktober 2012 dan diputus pada 18 Juni 2013 lalu. Setelah penghapusan Kepres Nomor 3/1997, Fahira juga menuntut pemerintah segera menerbitkan Undang-Undang(UU) tentang Miras dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Peredaran Miras. Menurutnya, penerbitan PP Pembatasan Peredaran Miras merupakan langkah darurat yang perlu segera diambil menunggu pembahasan draft RUU Anti Miras di DPR RI. Langkah-langkah tersebut perlu segera diambil karena peradaran miras di Indonesia sudah sangat memperihatinkan. Jika per hari jatuh korban 50 orang akibat Miras seperti kasus pembunuhan, perkosaan, dan kecelakaan maka rata-rata per tahun jumlah korban mencapai 18.250 jiwa. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), pada 2007 realisasi impor miras mencapai 28.690 karton. Jumlah ini meningkat tajam menjadi 143.668 karton pada 2008. Sedangkan, pada 2009, angka impor miras terus meroket hingga 279.052 karton. Dalam dua tahun terakhir, angka penjualan miras terus naik hingga dua kali lipat. “Dua tahun belakangan ini, saya yakin impor miras ke Indonesia melonjak tajam mengingat pertumbuhan gerai-gerai yang menjual miras juga meningkat tajam, “ tutur Fahira. Selain sosialisasi langsung, Gerakan Moral Anti Miras akan membuat direktori cafe, restoran, rumah makan, mini market sampai warung yang tidak menjual miras. “Relawan kami akan mengindentifikasi cafe sampai warung yang tidak menjual miras di seluruh Indonesia untuk dipasangkan stiker atau tanda bahwa tempat bersangkutan tidak menjual miras," ujarnya. Gerakan Moral Anti Miras juga akan segera melakukan kampanye bahaya miras ke sekolah-sekolah dan ke anak-anak jalanan di berbagai wilayah di Indonesia, dan berbagai kegiatan kampanye lainnya. Salah satunya pada 25 Agustus 2013 akan diselenggarakan Deklarasi Gerakan Anti Miras.