JAKARTA. Tujuannya mengentaskan kemiskinan. Inilah harapan pemerintah era Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menelurkan program kredit bagi masyarakat miskin. Tidak tanggung-tanggung, di waktu yang hampir bersamaan, pemerintah menggaungkan dua program kredit sekaligus: Kredit Super Mikro dan AKSI Pangan, akronim dari Akselerasi, Sinergi dan Inklusi Keuangan Pangan. Pada Februari 2017 lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mewacanakan program Kredit Super Mikro yang digagas pemerintah. Selang sebulan kemudian, giliran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Program AKSI Pangan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, Jumat (24/3).
Slamet Edy Purnomo, Deputi Komisioner Manajemen Strategis OJK mengatakan, Aksi Pangan merupakan tindak lanjut “Program Sinergi Aksi untuk Ekonomi Rakyat” yang diluncurkan Presiden Jokowi di Brebes Jawa Tengah pada April 2016. Program ini juga bagian dari implementasi dari Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) yang juga diluncurkan Presiden pada November 2016. Berbeda dengan KUR, program kredit ini hanya menyasar kalangan pelaku usaha di sektor pangan seperti petani, nelayan dan peternak. Dalam program Aksi Pangan, ada 11 komoditas yang jadi fokus pemerintah untuk dibiayai. “Tapi pada tahap awal kami akan coba fokus ke-7 komoditi pangan dulu, antara lain, padi, kedelai, daging, dan kebutuhan pokok lainnya,” kata Edy kepada Tabloid KONTAN. Edy bilang, kehadiran program Aksi Pangan diharapkan mampu mengatasi terbatasnya akses pembiayaan khususnya di sektor pangan. Maklum, kata Edy, selama ini bank agak pelit mengucurkan kreditnya ke sektor ini. Alasannya, sektor usaha di pertanian memiliki musim panen dan sejumlah hambatan, khususnya terkait cuaca. “Bank menganggap risiko menyalurkan kredit ke sektor pangan masih besar, karena ada faktor musim dan cuaca. Mereka takut kreditnya macet,” imbuh dia. Itu sebabnya, melalui program Aksi Pangan, OJK memperkenalkan dan mengimplementasikan skema pembiayaan secara rantai nilai (value chain financing) yang diharapkan menjadi momentum percepatan akses keuangan di sektor pangan. Ada tiga fokus utama dalam program ini, yaitu peran industri jasa keuangan, skema pembiayaan rantai nilai dan peran inovasi pangan melalui Fintech atau e-commerce. Singkatnya, program pembiayaan ini terintegrasi dari hulu ke hilir. Untuk memuluskan program ini, OJK menggandeng 19 bank mitra untuk menyalurkan kredit ke sektor pangan. Bank tersebut, antara lain, Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, CIMB Niaga, Sinarmas, Artagraha dan Bank Andara. Edy mengatakan, melalui Aksi Pangan, 19 bank mitra tersebut menargetkan penyaluran kredit pada sektor tani, buruh dan hutan sebesar 14,12% menjadi Rp 260 triliun. Sayangnya, Edy tidak membeberkan soal mekanisme penyaluran kredit melalui AKSI Pangan ini. Adapun di sektor asuransi usaha tani, premi dan luas lahan terlindungi akan meningkat 64,88% menjadi Rp 180 miliar dan 1 juta hektar. Asuransi usaha ternak sapi, premi dan jumlah sapi terlindungi akan meningkat 238,42% menjadi Rp 27 miliar dan 120.000 ekor sapi. Lalu, penjaminan kredit sektor pertanian meningkat 6,42% menjadi Rp 8,8 triliun. Dan, penjaminan KUR sektor pertanian meningkat 5,44% jadi Rp 9,9 triliun. Selain program Aksi Pangan, pemerintah juga berharap program kredit super mikro bisa diterapkan. Sesuai namanya, program kredit super mikro bakal memberikan bunga pinjaman yang dianggap pemerintah sangat mini, yakni 4,5% untuk jangka waktu enam bulan. Meski memakai nama baru, sejatinya kredit ini merupakan jelmaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sebab, sasaran yang dibidik pemerintah dalam program ini serupa dengan KUR, yakni masyarakat yang punya mata pencaharian di sektor pertanian dan UMKM. Hanya bedanya, bunga KUR sebesar 9% atau lebih tinggi dari kredit super mikro. Tenor pinjaman KUR juga berlaku selama setahun. “Jadi, nantinya petani tidak perlu pinjam dalam jangka setahun. Kalau setahun lumayan bayar bunganya 9%. Sedangkan (kredit super mikro) hanya 6 bulan dengan bunga 4,5%,” ujar Darmin. Namun, jika dihitung setahun, bunga Kredit Super Mikro yang ditetapkan pemerintah besarannya sama dengan KUR. Jika begitu, apa bedanya antara KUR dengan Kredit Super Mikro? Sejauh ini Darmin belum secara terang menjelaskan perbedaan mendasar kedua kredit tersebut. Pun demikian dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. BRI siap jadi penyalur Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu hanya mengatakan, skema dan mekanisme penyaluran kredit super mikro masih dikaji pemerintah. Yang jelas, kata dia, penyaluran kredit ini nantinya bisa dilakukan melalui bank pembangunan daerah, koperasi maupun lembaga permodalan lainnya seperti BMT Ventura. “Alokasi dana awal untuk kredit super mikro ini Rp 1,1 triliun,” kata Sri. Darmin menimpali, dalam pemberian kredit super mikro, pemerintah juga akan melengkapi mekanisme penyalurannya. Caranya, dengan membuat sistem satu kartu untuk pengguna program layaknya Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dengan kartu tersebut, kata Darmin, pengucuran kredit akan lebih mudah dari sisi akses dan administrasi. Dus, pengajuan kredit yang diajukan masyarakat, langsung mengalir ke masing-masing rekening kartu tersebut. Di sisi lain, seluruh transaksi pengajuan kredit dan penyaluran KUR akan terekam dalam sistem satu kartu tadi. Soal lembaga yang akan menyalurkan kredit super mikro, Darmin belum bisa memastikan. Namun, mantan Gubernur Bank Indonesia itu memberi sinyal bahwa PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) akan diminta pemerintah untuk melakukan uji coba kredit super mikro. Jika ditunjuk pemerintah, BRI telah menyatakan kesiapannya untuk menyalurkan kredit super mikro. Mohammad Irfan, Direktur Bisnis dan UMKM BRI akan menyanggupi permintaan pemerintah jika diminta pemerintah menjadi penyalur fasilitas kredit super mikro. Saat ini, kata dia, BRI telah memiliki pemetaan skema kredit untuk profil berbagai usaha sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selain itu, BRI memiliki jaringan kantor lebih dari 5.000 unit dan agen Brilink sebagai referal kredit lebih dari 90.000 unit. Bukan cuma itu, tenaga pemasar (account officer dan mantri BRI) jumlahnya sudah lebih dari 30.000 orang. Bahkan, kata Irfan, saat ini BRI memiliki pangsa pasar kredit mikro yang luas untuk nilai kredit. “Tersedia skim kredit sesuai profil bisnis pengusaha super mikro,” kata Irfan kepada Tabloid KONTAN, Kamis pekan lalu (6/4). Irfan menambahkan, BRI akan mengikuti petunjuk pemerintah terkait target pasar dan kriteria nasabah yang berhak dapat kredit super mikro.
Yang terang, kata dia, saat ini di setiap kantor BRI telah memiliki pipe line (rencana induk) nasabah yang bisa diprospek. “Saat ini BRI sudah melayani kredit dengan plafon sampai Rp 10 juta dan jangka waktu 3 tahun untuk modal kerja serta 5 tahun untuk investasi,” imbuh Irfan. Untuk mitigasi risiko pengucuran kredit, lanjut Irfan, BRI akan menyusun pipe line terkait identifikasi dan verifikasi calon nasabah, analisis dan valuasi kebutuhan kredit sesuai profil usaha nasabah berdasarkan prinsip kehati-hatian. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan