JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berencana melonggarkan aturan uang muka atau loan to value untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) pertama dari 70% menjadi 80%. Dengan aturan ini maka uang muka yang harus konsumen bayar turun menjadi 20% dari sebelumnya 30%. Aturan baru ini rencananya ditetapkan pada Juni 2015. BI juga berniat melongarkan LTV untuk KPR rumah kedua dan ketiga. Namun aturan LTV baru ini dinilai belum mampu mendorong sektor properti secara signifikan. Liliana S. Bambang, analis Mandiri Sekuritas bilang, pada Maret 2012, BI mengetatkan aturan LTV dari 80% menjadi 70%. Namun pada semester II-2012 dan semester I-2013 sektor properti masih rally. Lalu ketika BI memutuskan untuk tidak memperbolehkan KPR kedua untuk rumah indent atau yang masih dibangun pada kuartal IV-2013, sektor properti melambat. "Untuk mendorong sektor properti, BI perlu membolehkan KPR rumah kedua yang masih dalam tahap pembangunan (indent housing)," ujar Liliana dalam riset, Selasa (26/5). Menurut penghitungan Liliana, ketika LTV diturunkan dari 80% menjadi 70%, maka cicilan bulanan akan naik sebesar 14%. Untuk bank besar, sebagian besar pelanggan KPR membayar cicilan dengan tenor 5 tahun untuk mendapatkan suku bunga tetap. Untuk kelas menengah ke atas, Liliana menilai pelonggaran LTV tidak akan memberikan dampak besar. Liliana masih menetapkan kembali rekomendasi neutral untuk sektor properti. Sementara saham properti yang menjadi perhatian adalah PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Liliana memperkirakan pergerakan saham PWON dapat turun setelah berlakuknya PPnBM, mengingat sebagian besar produk PWON memiliki harga di atas Rp 3 miliar. Meski demikian, manajemen mengindikasikan bahwa perseroan masih fleksible dan memberi harga di bawah Rp 3 miliar. " Kami menilai jika ada pelemahan harga saham, maka akan menjadi kesempatan untuk mengakumulasi saham tersebut," imbuh Liliana. Dia merekomendasikan buy saham PWON dengan target harga Rp 620 per saham.
Genjot properti, BI harus buka kredit rumah indent
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berencana melonggarkan aturan uang muka atau loan to value untuk kredit kepemilikan rumah (KPR) pertama dari 70% menjadi 80%. Dengan aturan ini maka uang muka yang harus konsumen bayar turun menjadi 20% dari sebelumnya 30%. Aturan baru ini rencananya ditetapkan pada Juni 2015. BI juga berniat melongarkan LTV untuk KPR rumah kedua dan ketiga. Namun aturan LTV baru ini dinilai belum mampu mendorong sektor properti secara signifikan. Liliana S. Bambang, analis Mandiri Sekuritas bilang, pada Maret 2012, BI mengetatkan aturan LTV dari 80% menjadi 70%. Namun pada semester II-2012 dan semester I-2013 sektor properti masih rally. Lalu ketika BI memutuskan untuk tidak memperbolehkan KPR kedua untuk rumah indent atau yang masih dibangun pada kuartal IV-2013, sektor properti melambat. "Untuk mendorong sektor properti, BI perlu membolehkan KPR rumah kedua yang masih dalam tahap pembangunan (indent housing)," ujar Liliana dalam riset, Selasa (26/5). Menurut penghitungan Liliana, ketika LTV diturunkan dari 80% menjadi 70%, maka cicilan bulanan akan naik sebesar 14%. Untuk bank besar, sebagian besar pelanggan KPR membayar cicilan dengan tenor 5 tahun untuk mendapatkan suku bunga tetap. Untuk kelas menengah ke atas, Liliana menilai pelonggaran LTV tidak akan memberikan dampak besar. Liliana masih menetapkan kembali rekomendasi neutral untuk sektor properti. Sementara saham properti yang menjadi perhatian adalah PT Pakuwon Jati Tbk (PWON). Liliana memperkirakan pergerakan saham PWON dapat turun setelah berlakuknya PPnBM, mengingat sebagian besar produk PWON memiliki harga di atas Rp 3 miliar. Meski demikian, manajemen mengindikasikan bahwa perseroan masih fleksible dan memberi harga di bawah Rp 3 miliar. " Kami menilai jika ada pelemahan harga saham, maka akan menjadi kesempatan untuk mengakumulasi saham tersebut," imbuh Liliana. Dia merekomendasikan buy saham PWON dengan target harga Rp 620 per saham.