KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil dan garmen Indonesia bakal dihadapkan dengan tantangan akan kompetisi pasar ekspor yang semakin ketat. Itu lantaran kompetitor regional di Asean, yakni Vietnam telah mendapatkan tarif 0% bea masuk impor ke Uni Eropa (UE). Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menjelaskan, pada Januari 2018 ini Vietnam sudah dapatkan tarif 0% itu, sehingga place order Vietnam bagi para pembeli Eropa bisa lebih murah 11%-15%. Sementara itu, Indonesia masih merundingkan kemungkinan pembebasan tarif bea masuk ke Eropa tersebut. Menurut Ade, kemungkinan perundingan selesai di 2019 dan implementasi baru bisa dijalankan di 2020. "Jadi kita sudah mulai menderita sedikit dalam 3 tahun ini," sebutnya. Porsi UE terhadap total ekspor tekstil Indonesia tiap tahun mencapai 13%-14%. "Dengan bebas bea masuk Vietnam tentu bisa mencuri pasar ekspor tersebut," tutur Ade. Oleh karenanya untuk pasar ekspor Indonesia ke Eropa di 2018 ini diperkirakan ada penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2017 yakni sekitar 4%-5%. Untuk mengantisipasi menurunnya ekspor tekstil, pasar ekspor ke Amerika Serikat (AS) berpeluang untuk didorong lebih besar. Namun kata Ade, dengan kondisi geopolitik di Timur Tengah, ketika AS menyatakan Jerusalem sebagai ibukota Israel menjadi pertimbangan tertentu untuk membebaskan bea masuk ekspor tekstil ke negara Paman Sam sebab pemerintahan Indonesia diketahui menolak pengakuan tersebut. Namun demikian, pasar tekstil dan garmen di level global masih sangat besar. Ade mengatakan, Indonesia masih berpeluang besar untuk memperlebar sayap di regional lain seperti Asean, Jepang dan Timur Tengah. Adapun sampai akhir 2017, ada kenaikan ekspor kurang lebih 5% dibandingkan tahun sebelumnya. "Dari US$ 11,8 miliar di 2016 menjadi US$ 12,4 miliar di 2017," kata Ade.
Geopolitik Timteng bakal pengaruhi ekspor tekstil
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil dan garmen Indonesia bakal dihadapkan dengan tantangan akan kompetisi pasar ekspor yang semakin ketat. Itu lantaran kompetitor regional di Asean, yakni Vietnam telah mendapatkan tarif 0% bea masuk impor ke Uni Eropa (UE). Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menjelaskan, pada Januari 2018 ini Vietnam sudah dapatkan tarif 0% itu, sehingga place order Vietnam bagi para pembeli Eropa bisa lebih murah 11%-15%. Sementara itu, Indonesia masih merundingkan kemungkinan pembebasan tarif bea masuk ke Eropa tersebut. Menurut Ade, kemungkinan perundingan selesai di 2019 dan implementasi baru bisa dijalankan di 2020. "Jadi kita sudah mulai menderita sedikit dalam 3 tahun ini," sebutnya. Porsi UE terhadap total ekspor tekstil Indonesia tiap tahun mencapai 13%-14%. "Dengan bebas bea masuk Vietnam tentu bisa mencuri pasar ekspor tersebut," tutur Ade. Oleh karenanya untuk pasar ekspor Indonesia ke Eropa di 2018 ini diperkirakan ada penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun 2017 yakni sekitar 4%-5%. Untuk mengantisipasi menurunnya ekspor tekstil, pasar ekspor ke Amerika Serikat (AS) berpeluang untuk didorong lebih besar. Namun kata Ade, dengan kondisi geopolitik di Timur Tengah, ketika AS menyatakan Jerusalem sebagai ibukota Israel menjadi pertimbangan tertentu untuk membebaskan bea masuk ekspor tekstil ke negara Paman Sam sebab pemerintahan Indonesia diketahui menolak pengakuan tersebut. Namun demikian, pasar tekstil dan garmen di level global masih sangat besar. Ade mengatakan, Indonesia masih berpeluang besar untuk memperlebar sayap di regional lain seperti Asean, Jepang dan Timur Tengah. Adapun sampai akhir 2017, ada kenaikan ekspor kurang lebih 5% dibandingkan tahun sebelumnya. "Dari US$ 11,8 miliar di 2016 menjadi US$ 12,4 miliar di 2017," kata Ade.