PADA mulanya, Mario Silalahi bukanlah sosok anak muda yang gaul, terutama dalam hal berpakaian. Salah satu bukti bahwa pemuda 29 tahun ini kuper atau kurang pergaulaan soal baju, Mario tak suka berganti kostum jika sudah suka pada satu produk tertentu. Tak heran jika beberapa teman kuliahnya di Universitas Trisakti Jakarta sering mengoloknya. Gerah dengan cibiran teman-temannya, Mario mulai rajin mencari baju-baju baru. Sayang, model pakaian buatan pabrik sering seragam. Dari sekadar keluar-masuk pusat berbelanja di Jakarta, ia berburu pakaian hingga Bandung. Di sini, ia mendatangi sejumlah distro atau distribution store yang kala itu sudah mulai mewabah. Distro mengusung desain dan model baju yang eksklusif. Jadi, kemungkinan kita memakai baju yang sama dengan orang lain sangat kecil. Belajar dari pengalaman di Bandung, Mario dan tiga temannya memiliki ide untuk membuat baju sendiri. Untuk urusan desain, ia mempercayakannya kepada salah satu temannya yang waktu itu kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). "Awalnya kita harus banyak belajar mengetahui seluk beluk pembuatan baju distro. Kuncinya ada pada konsep desain. Konsep ini bisa dicari dengan cara banyak membaca dan melihat," ujar Mario yang memang punya hobi melahap bacaan apa saja. Baju-baju buatan Mario Cs ternyata disukai teman-temannya. Respon dari teman-temanya itu membuat Mario makin percaya diri. Akhirnya, mereka berempat, mengumpulkan modal Rp 40 juta. Anak-anak muda ini menyewa tempat di Pulo Asem, Rawamangun, Jakarta Timur, sebagai toko pertama. Pada 2003, lahir brand Premium Nation. "Waktu itu, barang yang kami produksi masih sangat sedikit," kenang Mario, yang saat meluncurkan produknya itu belum berusia 23 tahun. Meski produknya sedikit, gerai pertama itu menghasilkan omzet sebesar Rp 1 juta per hari. Dengan konsep urban premium, merek Premium Nation berkibar. Selain menjual konsep desain yang unik, produk mereka langsung digemari karena harganya pas di kantong. "Harganya mulai dari Rp 70.000-Rp 200.000 per potong," sebut Mario. Pada 2005, Premium Nation boyongan pindah ke Cempaka Putih. Di tempat baru ini, dua teman Mario memilih meninggalkan Premium Nation untuk menjadi pekerja kantoran. Padahal, waktu itu, permintaan sedang tinggi. Mario mengaku, saat itu ia dan satu temannya yang tersisa, bisa menggenggam omzet Rp 15 juta per harinya. Pada 2007, Mario meluncurkan merek distro sekaligus toko baru, One Way di Rawamangun. Tak seperti Premium Nation yang mengusung tema-tema tertentu, One Way banyak bermain di variasi desain bertema lepas. Dengan merek baru ini ia bisa menelurkan 75 desain per bulan. Satu desain bisa menjadi 84-100 produk pakaian. "Kalau untuk wilayah DKI Jakarta, satu desain paling hanya disebar 60 piece baju saja. Jadi terbatas sekali," lanjut Mario. Merek kedua Mario ini pun sukses. Pada 2009, ia membuka gerai kedua One Way di bilangan Sektor V Bintaro. Sementara, Premium Nation juga baru membuka gerai kedua di Pondok Kelapa. Keberhasilan Mario Cs ini menginspirasi anak muda di Jakarta. Ada 30 distro yang aktif mengikuti jejaknya. "Beberapa distro tak mampu bertahan karena kurang bagus desainnya," ujar Mario. Menurut Mario, modal saja tak cukup untuk menjadi pengusaha distro yang sukses. Pebisnis distro juga harus kreatif dan cepat menangkap peluang pasar. Untuk menjaga keunikan produk buatannya, Mario memperkerjakan desainer khusus untuk merancang produknya. Tak hanya itu, "Saya juga memperbanyak promosi," ujarnya. Caranya, Mario sengaja menggaet Nadine Chandrawinata, mantan Miss Indonesia sebagai duta Premiun Nation. Sementara duta One Way dipegang pesinetron Nikita Willy yang namanya sedang berkibar saat ini. Mario juga aktif bekerjasama dengan production house. "Kita juga mensponsori berbagai acara anak muda di televisi, misalnya saja acara Ceriwis dan Extravaganza di Trans TV, atau Celebrity Challenge dan Jali-Jali di O Channel," lanjut pemuda kelahiran 24 November 1980 ini. Oh iya, sebagai tambahan informasi, produk Premium Nation dan One Way juga pernah dipakai di film Otomatis Romantis dan film Slank Generasi Biru.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Gerah Dicibir Kuper, Sukses Menyebar Virus Distro di Jakarta
PADA mulanya, Mario Silalahi bukanlah sosok anak muda yang gaul, terutama dalam hal berpakaian. Salah satu bukti bahwa pemuda 29 tahun ini kuper atau kurang pergaulaan soal baju, Mario tak suka berganti kostum jika sudah suka pada satu produk tertentu. Tak heran jika beberapa teman kuliahnya di Universitas Trisakti Jakarta sering mengoloknya. Gerah dengan cibiran teman-temannya, Mario mulai rajin mencari baju-baju baru. Sayang, model pakaian buatan pabrik sering seragam. Dari sekadar keluar-masuk pusat berbelanja di Jakarta, ia berburu pakaian hingga Bandung. Di sini, ia mendatangi sejumlah distro atau distribution store yang kala itu sudah mulai mewabah. Distro mengusung desain dan model baju yang eksklusif. Jadi, kemungkinan kita memakai baju yang sama dengan orang lain sangat kecil. Belajar dari pengalaman di Bandung, Mario dan tiga temannya memiliki ide untuk membuat baju sendiri. Untuk urusan desain, ia mempercayakannya kepada salah satu temannya yang waktu itu kuliah di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). "Awalnya kita harus banyak belajar mengetahui seluk beluk pembuatan baju distro. Kuncinya ada pada konsep desain. Konsep ini bisa dicari dengan cara banyak membaca dan melihat," ujar Mario yang memang punya hobi melahap bacaan apa saja. Baju-baju buatan Mario Cs ternyata disukai teman-temannya. Respon dari teman-temanya itu membuat Mario makin percaya diri. Akhirnya, mereka berempat, mengumpulkan modal Rp 40 juta. Anak-anak muda ini menyewa tempat di Pulo Asem, Rawamangun, Jakarta Timur, sebagai toko pertama. Pada 2003, lahir brand Premium Nation. "Waktu itu, barang yang kami produksi masih sangat sedikit," kenang Mario, yang saat meluncurkan produknya itu belum berusia 23 tahun. Meski produknya sedikit, gerai pertama itu menghasilkan omzet sebesar Rp 1 juta per hari. Dengan konsep urban premium, merek Premium Nation berkibar. Selain menjual konsep desain yang unik, produk mereka langsung digemari karena harganya pas di kantong. "Harganya mulai dari Rp 70.000-Rp 200.000 per potong," sebut Mario. Pada 2005, Premium Nation boyongan pindah ke Cempaka Putih. Di tempat baru ini, dua teman Mario memilih meninggalkan Premium Nation untuk menjadi pekerja kantoran. Padahal, waktu itu, permintaan sedang tinggi. Mario mengaku, saat itu ia dan satu temannya yang tersisa, bisa menggenggam omzet Rp 15 juta per harinya. Pada 2007, Mario meluncurkan merek distro sekaligus toko baru, One Way di Rawamangun. Tak seperti Premium Nation yang mengusung tema-tema tertentu, One Way banyak bermain di variasi desain bertema lepas. Dengan merek baru ini ia bisa menelurkan 75 desain per bulan. Satu desain bisa menjadi 84-100 produk pakaian. "Kalau untuk wilayah DKI Jakarta, satu desain paling hanya disebar 60 piece baju saja. Jadi terbatas sekali," lanjut Mario. Merek kedua Mario ini pun sukses. Pada 2009, ia membuka gerai kedua One Way di bilangan Sektor V Bintaro. Sementara, Premium Nation juga baru membuka gerai kedua di Pondok Kelapa. Keberhasilan Mario Cs ini menginspirasi anak muda di Jakarta. Ada 30 distro yang aktif mengikuti jejaknya. "Beberapa distro tak mampu bertahan karena kurang bagus desainnya," ujar Mario. Menurut Mario, modal saja tak cukup untuk menjadi pengusaha distro yang sukses. Pebisnis distro juga harus kreatif dan cepat menangkap peluang pasar. Untuk menjaga keunikan produk buatannya, Mario memperkerjakan desainer khusus untuk merancang produknya. Tak hanya itu, "Saya juga memperbanyak promosi," ujarnya. Caranya, Mario sengaja menggaet Nadine Chandrawinata, mantan Miss Indonesia sebagai duta Premiun Nation. Sementara duta One Way dipegang pesinetron Nikita Willy yang namanya sedang berkibar saat ini. Mario juga aktif bekerjasama dengan production house. "Kita juga mensponsori berbagai acara anak muda di televisi, misalnya saja acara Ceriwis dan Extravaganza di Trans TV, atau Celebrity Challenge dan Jali-Jali di O Channel," lanjut pemuda kelahiran 24 November 1980 ini. Oh iya, sebagai tambahan informasi, produk Premium Nation dan One Way juga pernah dipakai di film Otomatis Romantis dan film Slank Generasi Biru.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News