JAKARTA. Partai Gerindra akan ajukan peninjauan kembali (PK) putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang putusannya dibacakan kemarin. Habiburokhman, kuasa hukum Partai Gerindra, mengatakan mengajukan PK tersebut karena berpendapat MK keliru dalam memberikan putusan. Habib, panggilan singkatnya, mengkritisi putusan MK yang menyatakan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. "Tapi baru ditetapkan pada Pemilu 2019. Itu sangat kontradiktif. Itu merupakan kekhilafan fatal dari majelis hakim. Oleh karena itu putusan tersebut harus dibatalkan karena ini kan dalam waktu dekat Pileg dan Pilpres. Kalau tidak serentak, maka dibiarkan Pemilu tidak konstitusional. Artinya tidak legitimate," ujar Habib ketika dihubungi Tribunnews, Jakarta, Jumat (24/1).
Gerindra ajukan PK soal pemilu serentak
JAKARTA. Partai Gerindra akan ajukan peninjauan kembali (PK) putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi Undang Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang putusannya dibacakan kemarin. Habiburokhman, kuasa hukum Partai Gerindra, mengatakan mengajukan PK tersebut karena berpendapat MK keliru dalam memberikan putusan. Habib, panggilan singkatnya, mengkritisi putusan MK yang menyatakan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat. "Tapi baru ditetapkan pada Pemilu 2019. Itu sangat kontradiktif. Itu merupakan kekhilafan fatal dari majelis hakim. Oleh karena itu putusan tersebut harus dibatalkan karena ini kan dalam waktu dekat Pileg dan Pilpres. Kalau tidak serentak, maka dibiarkan Pemilu tidak konstitusional. Artinya tidak legitimate," ujar Habib ketika dihubungi Tribunnews, Jakarta, Jumat (24/1).