Gerindra: Fokus pada pemanfaatan geotermal



JAKARTA. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menempatkan program sektor energi sebagai prioritas terbesar kedua setelah pangan. Partai berlambang kepala garuda tersebut menilai, pemerintah harus lebih fokus mengalokasikan anggaran untuk energi, terutama untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak (BBM).Anggota Dewan Pakar Gerindra,  Endang Setyawati Tohari, menyatakan bahwa  harus ada upaya konkret dari pemerintah untuk membangun energi alternatif seperti gas dan panas bumi. Gerindra mengusung program mendorong pembangunan pembangkit listrik dengan energi tenaga panas bumi dan air. Pembangkit tersebut direncanakan berkapasitas total 10.000 megawatt.Untuk membangun infrastruktur pendukungnya, Gerindra menilai pemerintahan ke depan selayaknya menggandeng swasta. "Agar swasta baik dalam maupun luar negeri mau membangun infrastruktur energi, harus diberi daya tarik," ujarnya.Caranya dengan mengurangi anggaran subsidi BBM, agar harganya setara dengan harga energi alternatif. Hanya dengan cara ini swasta mau masuk karena energi yang mereka produksi akan dipakai oleh masyarakat. "Kalau harga BBM murah, swasta akan berpikir dua kali untuk investasi di sektor energi alternatif," katanya.Langkah konkret lain yang akan didorong oleh Gerindra, menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, adalah membuka lahan 2 juta hektare untuk menanam pohon aren, singkong, ubi, kelapa, kemiri. Komoditas-komoditas tersebut bisa digunakan sebagai bahan dasar untuk memproduksi bioetanol. Dengan cara ini, Gerindra optimistis bisa mengatasi persoalan pengangguran di Indonesia yang selama ini terus bertambah. Sebab pembukaan lahan 2 juta hektare ini bisa menyerap tenaga kerja hingga 12 juta orang. Dengan memiliki pekerjaan, masyarakat penganggur yang tadinya miskin akan memiliki penghasilan yang cukup.Tak hanya soal memaksimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan, Gerindra pun mempunyai program renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan. Setidaknya, Gerindra ingin mendorong pemerintah Indonesia memperjuangkan bagi hasil di atas 50% dalam negosiasi kontrak. "Perjanjian harus sesuai dengan amanah konstitusi, yaitu sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat," tegas Fadli Zon.             

Perlu konsistensi implementasi programUsulan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) untuk membangun pembangkit listrik bertenaga panas bumi patut mendapatkan apresiasi. Soalnya, selama ini Indonesia dikenal sebagai negara dengan panas bumi terbesar dan terbaik. Pendapat ini disampaikan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati. Namun, usulan tersebut bukan hal baru, karena pernah diajukan oleh Komisi V DPR RI beberapa tahun lalu. "Gerindra seharusnya bisa memberikan program yang lebih konkret, semisal kapan pembangkit itu bisa dibangun," ujarnya.Enny mengingatkan, terpenting dari program penyediaan energi alternatif adalah kajian komprehensif dan penghitungan yang akurat agar bisa terjadi efisiensi. Hal ini juga yang akan membuat investor gampang menghitung apakah proyek menguntungkan atau tidak untuk mereka garap. Selain mendorong keterlibatan swasta baik domestik maupun internasional, Gerindra janji mendorong pemerintah memastikan anggaran kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar bisa melaksanakan proyek.Ekonom BII Juniman menambahkan, target kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi sebesar 10.000 megawatt belum cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik. Per tahun, Indonesia membutuhkan listrik tak kurang dari 5.000 megawatt. Berarti, dalam kurun waktu 5 tahun, Indonesia butuh setidaknya 25.000 megawatt. "Harus lebih realistis, sebab kalau cuma 10.000 megawatt tentu kurang," paparnya.Soal gas sebagai energi alternatif pengganti BBM, Gerindra harus bisa menerapkan takaran ideal 50-50 antara ekspor dan kebutuhan dalam negeri. Jika tidak, pasokan gas di dalam negeri tak akan mencukupi.Tapi selama harga BBG masih relatif murah, sulit untuk menarik minat investor. "Yang penting konsistensi kebijakan dan kesungguhan beralih ke BBG," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi