KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto telah merapat ke kabinet Joko Widodo-Ma'ruf. Dengan merapatnya partai ini, terdapat tambahan 78 kursi Gerindra untuk koalisi. Dengan masuknya Gerindra ke partai koalisi, maka jumlah kursi partai koalisi di DPR akan mencapai 427 kursi. Dimana, yang ada di luar pemerintahan sejauh ini terdapat 148 kursi. Baca Juga: Begini respons Mahfud MD atas penolakan sebagian kalangan terhadap Prabowo Subianto Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, masuknya Gerindra di partai koalisi, maka kekuatan koalisi akan semakin dominan. Dari sisi jumlah, menurutnya ini akan menguntungkan pemerintah. Tak hanya persoalan kursi saja, Lucius juga berpendapat bergabungnya Gerindra ke koalisi akan melumpuhkan semangat partai politik oposisi lain yang masih tersisa. "Gerindra yang sebelumnya menjadi "pimpinan" oposisi seketika berbalik badan. Ini tentu melemahkan kekuatan kelompok oposisi," tutur Lucius kepada Kontan.co.id, Minggu (27/10). Menurut Lucius, bila Gerindra tetap di oposisi, maka konsolidasi oposisi akan lebih kuat menghambat inkumben dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, Gerindra bergerak sebagai koordinator oposisi. Masuknya Gerindra ke koalisi justru mempreteli oposisi. Dia berpendapat, walau sampai saat ini partai oposisi masih diisi partai lain, tetapi partai-partai tersebut tidak akan lemah melakukan perlawanan. Baca Juga: Jadi wamen, Ketua Umum Projo kini sudah ada cinta sedikit ke Prabowo "Kepentingan koalisi nampaknya ingin agar kekuatan perlawanan tak signifikan menghambat laju kebijakan yang ingin diambil," tambah Lucius. Lucius mengatakan, demokrasi bisa dikatakan sehat bila terdapat keseimbangan antara koalisi dan oposisi. Minimimnya jumlah oposisi, bisa membuat pemerintah berlaku sewenang-wenang karena kurangnya kekuatan kontrol atas kebijakan. Menurut Lucius, adanya oposisi bisa membuat kebijakan yang akan diambil pemerintah diketahui oleh publik dan diperbincangkan oleh umum. Namun oposisi yang lemah justru bisa dilobi untuk mendukung kebijakan pemerintah, walau kebijakan tersebut merugikan. Dia juga mengatakan, parpol yang begitu mudah mengubah sikap politik atas dorongan pragmatis semata menunjukkan Indonesia tidak pernah siap mempunyai oposisi dan koalisi yang kuat. Padahal, menurutnya, Pemilu bertujuan untuk menghasilkan koalisi dan oposisi yang kuat.
Gerindra masuk pemerintah, Formappi sebut kelompok oposisi melemah
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto telah merapat ke kabinet Joko Widodo-Ma'ruf. Dengan merapatnya partai ini, terdapat tambahan 78 kursi Gerindra untuk koalisi. Dengan masuknya Gerindra ke partai koalisi, maka jumlah kursi partai koalisi di DPR akan mencapai 427 kursi. Dimana, yang ada di luar pemerintahan sejauh ini terdapat 148 kursi. Baca Juga: Begini respons Mahfud MD atas penolakan sebagian kalangan terhadap Prabowo Subianto Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, masuknya Gerindra di partai koalisi, maka kekuatan koalisi akan semakin dominan. Dari sisi jumlah, menurutnya ini akan menguntungkan pemerintah. Tak hanya persoalan kursi saja, Lucius juga berpendapat bergabungnya Gerindra ke koalisi akan melumpuhkan semangat partai politik oposisi lain yang masih tersisa. "Gerindra yang sebelumnya menjadi "pimpinan" oposisi seketika berbalik badan. Ini tentu melemahkan kekuatan kelompok oposisi," tutur Lucius kepada Kontan.co.id, Minggu (27/10). Menurut Lucius, bila Gerindra tetap di oposisi, maka konsolidasi oposisi akan lebih kuat menghambat inkumben dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, Gerindra bergerak sebagai koordinator oposisi. Masuknya Gerindra ke koalisi justru mempreteli oposisi. Dia berpendapat, walau sampai saat ini partai oposisi masih diisi partai lain, tetapi partai-partai tersebut tidak akan lemah melakukan perlawanan. Baca Juga: Jadi wamen, Ketua Umum Projo kini sudah ada cinta sedikit ke Prabowo "Kepentingan koalisi nampaknya ingin agar kekuatan perlawanan tak signifikan menghambat laju kebijakan yang ingin diambil," tambah Lucius. Lucius mengatakan, demokrasi bisa dikatakan sehat bila terdapat keseimbangan antara koalisi dan oposisi. Minimimnya jumlah oposisi, bisa membuat pemerintah berlaku sewenang-wenang karena kurangnya kekuatan kontrol atas kebijakan. Menurut Lucius, adanya oposisi bisa membuat kebijakan yang akan diambil pemerintah diketahui oleh publik dan diperbincangkan oleh umum. Namun oposisi yang lemah justru bisa dilobi untuk mendukung kebijakan pemerintah, walau kebijakan tersebut merugikan. Dia juga mengatakan, parpol yang begitu mudah mengubah sikap politik atas dorongan pragmatis semata menunjukkan Indonesia tidak pernah siap mempunyai oposisi dan koalisi yang kuat. Padahal, menurutnya, Pemilu bertujuan untuk menghasilkan koalisi dan oposisi yang kuat.