JAKARTA. Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, menegaskan, sikap partai tidak berubah menyangkut ketentuan Presidential Treshold (PT) dalam RUU Pilpres. Sikap fraksi tidak berubah meskipun Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto siap dengan PT 20%. Martin mengakui, dirinya kerap berbeda pendapat dengan Prabowo menyangkut besaran ketentuan PT dalam RUU Pilpres. Dia berdalih, posisi politik Gerindra tidak semata-mata demi memuluskan jalan Prabowo menjadi Presiden. "Namun sikap kami itu untuk mendorong munculnya perubahan yang didambakan masyarakat Indonesia," ujar Martin. Martin kemudian mencontohkan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama yang diusung oleh PDIP dan Gerindra dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012. Saat itu, PDIP dan Gerindra hanya menguasai 18 % kursi di DPRD DKI Jakarta. Nyatanya, kandidat yang mereka usung berhasil meraih kemenangan fenomenal. "Coba kalau ada ketentuan yang membatasi minimal 20%, tentu munculnya kandidat pemimpin baru yang menjanjikan perubahan sulit terwujud," kata pria yang juga Anggota Komisi III DPR. Martin juga berkeyakinan bahwa rakyat Indonesia saat ini sebetulnya menginginkan perubahan. Oleh sebab itu, Gerindra akan terus berjuang untuk menurunkan angka PT. "Soal angkanya, tidak kita ajukan secara spesifik. Mudah-mudahan hal ini segera diputuskan Baleg setelah usai masa reses," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, Baleg DPR, akhirnya memutuskan untuk menunda pengambilan keputusan menyangkut RUU Revisi Undang-Undang No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Penundaan ini diputuskan pada Selasa, (9/7) lalu. Penundaan disebabkan sembilan fraksi yang belum mencapai kesepakatan menyangkut perlu atau tidaknya revisi UU Pilpres dilanjutkan. Rencananya, pengambilan keputusan akan diambil Baleg sebelum 1 Oktober 2013 saat tahapan pelaksanaan Pilpres mulai dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Gerindra tetap berjuang menurunkan PT
JAKARTA. Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, menegaskan, sikap partai tidak berubah menyangkut ketentuan Presidential Treshold (PT) dalam RUU Pilpres. Sikap fraksi tidak berubah meskipun Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto siap dengan PT 20%. Martin mengakui, dirinya kerap berbeda pendapat dengan Prabowo menyangkut besaran ketentuan PT dalam RUU Pilpres. Dia berdalih, posisi politik Gerindra tidak semata-mata demi memuluskan jalan Prabowo menjadi Presiden. "Namun sikap kami itu untuk mendorong munculnya perubahan yang didambakan masyarakat Indonesia," ujar Martin. Martin kemudian mencontohkan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama yang diusung oleh PDIP dan Gerindra dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012. Saat itu, PDIP dan Gerindra hanya menguasai 18 % kursi di DPRD DKI Jakarta. Nyatanya, kandidat yang mereka usung berhasil meraih kemenangan fenomenal. "Coba kalau ada ketentuan yang membatasi minimal 20%, tentu munculnya kandidat pemimpin baru yang menjanjikan perubahan sulit terwujud," kata pria yang juga Anggota Komisi III DPR. Martin juga berkeyakinan bahwa rakyat Indonesia saat ini sebetulnya menginginkan perubahan. Oleh sebab itu, Gerindra akan terus berjuang untuk menurunkan angka PT. "Soal angkanya, tidak kita ajukan secara spesifik. Mudah-mudahan hal ini segera diputuskan Baleg setelah usai masa reses," pungkasnya. Sebagaimana diketahui, Baleg DPR, akhirnya memutuskan untuk menunda pengambilan keputusan menyangkut RUU Revisi Undang-Undang No 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Penundaan ini diputuskan pada Selasa, (9/7) lalu. Penundaan disebabkan sembilan fraksi yang belum mencapai kesepakatan menyangkut perlu atau tidaknya revisi UU Pilpres dilanjutkan. Rencananya, pengambilan keputusan akan diambil Baleg sebelum 1 Oktober 2013 saat tahapan pelaksanaan Pilpres mulai dijalankan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).