JAKARTA. Ini peringatan bagi para pembajak, penjual barang bajakan, pembeli produk palsu, hingga pemilik area perdagangan. Sanksi keras menanti jika terbukti menjual, membeli dan membiarkan barang bajakan. Ancaman tersebut tertuang dalam Undang-Undang (RUU) tentang Hak Cipta yang baru. Kemarin, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) No 19/2002 tentang Hak Cipta ini. Secara umum, ada tiga poin penting dalam UU Hak Cipta terbaru. Pertama, pengelola tempat perdagangan ikut bertanggung jawab atas pelanggaran hak cipta di area yang dikelolanya. Maklum, selama ini, sejumlah tempat perdagangan dianggap menjadi lahan subur praktik pembajakan seperti musik, film, buku, dan peranti lunak (software). Nah, aturan ini bukan saja memburu penjual barang bajakan. Pengelola areanya pun ikut terseret jika ketahuan areanya menjadi tempat berdagang barang bajakan. Sanksi berat menanti siapapun yang melanggar hak cipta.
"Manfaat aturan baru ini akan dirasakan pencipta," kata Amir Syamsuddin, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemarin. Kedua, pemerintah membentuk dua Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) untuk pencipta dan pemegang hak cipta eksklusif seperti pelaku pertunjukan, produser film, atau lembaga penyiaran. Dua lembaga inilah yang akan menghimpun dana royalti atas penggunaan karya para musisi dan pelaku usaha film dan dunia pertunjukan. Ketiga, perlindungan hak cipta dengan waktu yang panjang, yakni selama hidup pencipta dan 70 tahun setelah pencipta tersebut meninggal dunia. Setelah pencipta meninggal, royalti akan jatuh kepada ahli waris. Perlindungan juga diberikan melalui mekanisme sengketa hukum. Kini, pencipta, pemegang hak cipta dan pihak terkait dapat menggugat perdata maupun menyeret ke ranah pidana jika menemukan hak ciptanya dibajak. Di tempat belanja misalnya, gugatan bisa dilayangkan kepada pengedar hak cipta bajakan maupun pengelola pusat belanja.