JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) telah melunasi uang muka untuk pembelian pesawat senilai US$ 20 juta atau setara Rp 176 miliar (dengan kurs US$ 1 = Rp 8.800). Maskapai itu menggunakan dana hasil penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO). Sebanyak 80% dari hasil IPO Garuda yang totalnya Rp 3,3 triliun, dialokasikan untuk membeli pesawat baru.Direktur Keuangan GIAA Elisa Lumbontoruan menjelaskan, pesawat akan diterima dalam waktu dua tahun setelah pembayaran uang muka. "Kami sedang menjajaki waktu kedatangan pesawat yang lebih cepat," tambah dia.GIAA berencana mengakuisisi 34 unit pesawat tahun ini. Perinciannya, 16 unit Boeing 737-800, sepuluh unit Boeing 737-300 ER, dan enam unit Airbus 330-200. Elisa menjelaskan, per 30 September 2010 lalu GIAA telah memesan pesawat senilai Rp 24,46 miliar.Selain membeli pesawat baru, GIAA juga berencana menjual sebagian penghuni lama armadanya. Ada tujuh Boeing 737-400, 10 Boeing 737-300, dan lima Boeing 737-500 yang sudah masuk ke dalam daftar jual. "Tahap pertama, Boeing 737-400 yang akan dijual lebih dulu," kata Elisa.Garuda juga telah mengundang sejumlah perusahaan penilai. Nantinya, perusahaan penilai tersebut yang akan bertindak sebagai broker untuk mencari pembeli. Elisa menyebut, harga jual pesawat klasik saat ini di kisaran US$ 5 juta per unit. Hasil penjualan armada pesawat lama akan masuk ke kas perusahaan.GIAA menargetkan memiliki 153 unit pesawat dengan umur rata-rata lima tahun pada 2014. Sedangkan saat ini umur rata-rata pesawatnya 8,4 tahun. Ini turun tajam dibanding umur rata-rata tahun 2007 yang 12,7 tahun. Keuntungan pesawat baru menurut Elisa lebih efisien dari segi konsumsi bahan bakar. "Biaya pemeliharaan pesawat juga dapat dihemat. Biaya pemeliharaan saat pesawat berumur kurang dari lima tahun sangat kecil," ujar dia. Apalagi, saat ini harga avtur semakin tinggi, mendekati Rp 10.000 per liter.Tidak cukup sampai di situ, GIAA juga berencana memperkuat kinerja anak perusahaannya, PT Citilink Indonesia yang mengoperasikan low cost carrier (LCC). GIAA berencana menambah pesawat menjadi 15 unit sampai akhir tahun. Dari sebelumnya hanya lima unit pesawat. Emiten itu berharap market share-nya bisa meningkat dengan penambahan armada. Pangsa pasar GIAA menyusut dalam sepuluh tahun terakhir karena kehadiran LCC.GIAA berharap kinerja bisa meningkat. Namun Elisa bilang saat ini belum dapat membagikan dividen. "Nanti sampai cumulative cost yang mencapai Rp 7 triliun tertutup," kata dia. Posisi utang GIAA per akhir 2010 mencapai US$ 470 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
GIAA sudah membayar uang muka pesawat US$ 20 Juta
JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) telah melunasi uang muka untuk pembelian pesawat senilai US$ 20 juta atau setara Rp 176 miliar (dengan kurs US$ 1 = Rp 8.800). Maskapai itu menggunakan dana hasil penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO). Sebanyak 80% dari hasil IPO Garuda yang totalnya Rp 3,3 triliun, dialokasikan untuk membeli pesawat baru.Direktur Keuangan GIAA Elisa Lumbontoruan menjelaskan, pesawat akan diterima dalam waktu dua tahun setelah pembayaran uang muka. "Kami sedang menjajaki waktu kedatangan pesawat yang lebih cepat," tambah dia.GIAA berencana mengakuisisi 34 unit pesawat tahun ini. Perinciannya, 16 unit Boeing 737-800, sepuluh unit Boeing 737-300 ER, dan enam unit Airbus 330-200. Elisa menjelaskan, per 30 September 2010 lalu GIAA telah memesan pesawat senilai Rp 24,46 miliar.Selain membeli pesawat baru, GIAA juga berencana menjual sebagian penghuni lama armadanya. Ada tujuh Boeing 737-400, 10 Boeing 737-300, dan lima Boeing 737-500 yang sudah masuk ke dalam daftar jual. "Tahap pertama, Boeing 737-400 yang akan dijual lebih dulu," kata Elisa.Garuda juga telah mengundang sejumlah perusahaan penilai. Nantinya, perusahaan penilai tersebut yang akan bertindak sebagai broker untuk mencari pembeli. Elisa menyebut, harga jual pesawat klasik saat ini di kisaran US$ 5 juta per unit. Hasil penjualan armada pesawat lama akan masuk ke kas perusahaan.GIAA menargetkan memiliki 153 unit pesawat dengan umur rata-rata lima tahun pada 2014. Sedangkan saat ini umur rata-rata pesawatnya 8,4 tahun. Ini turun tajam dibanding umur rata-rata tahun 2007 yang 12,7 tahun. Keuntungan pesawat baru menurut Elisa lebih efisien dari segi konsumsi bahan bakar. "Biaya pemeliharaan pesawat juga dapat dihemat. Biaya pemeliharaan saat pesawat berumur kurang dari lima tahun sangat kecil," ujar dia. Apalagi, saat ini harga avtur semakin tinggi, mendekati Rp 10.000 per liter.Tidak cukup sampai di situ, GIAA juga berencana memperkuat kinerja anak perusahaannya, PT Citilink Indonesia yang mengoperasikan low cost carrier (LCC). GIAA berencana menambah pesawat menjadi 15 unit sampai akhir tahun. Dari sebelumnya hanya lima unit pesawat. Emiten itu berharap market share-nya bisa meningkat dengan penambahan armada. Pangsa pasar GIAA menyusut dalam sepuluh tahun terakhir karena kehadiran LCC.GIAA berharap kinerja bisa meningkat. Namun Elisa bilang saat ini belum dapat membagikan dividen. "Nanti sampai cumulative cost yang mencapai Rp 7 triliun tertutup," kata dia. Posisi utang GIAA per akhir 2010 mencapai US$ 470 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News