KONTAN.CO.ID - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) meminta kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk tidak melaksanakan kewajiban pasok domestik atau domestic market obligation (DMO). "Kami anjurkan DMO tidak dilaksanakan oleh pemerintah," ujar Sahat Sinaga Direktur Eksekutif GIMNI kepada KONTAN (11/9). Sahat menilai kebijakan tersebut kurang tepat dilakukan. Hal tersebut melihat tujuan dari diberlakukannya DMO adalah untuk menjaga pasokan minyak dalam negeri sehingga harga dapat terkendali. Sahat bilang saat harga rendah seperti ini DMO tidak tepat dilakukan. Menurut Sahat, kekhawatiran pemerintah adalah saat harga Crude Palm Oil (CPO) sedang tinggi. Kondisi tersebut dinilai akan membuat industri mengekspor CPO sehingga pasokan dalam negerinakan berkurang. "Momentum kenaikan harga CPO hanya sebentar," jelas Sahat. Mencegah hal itu, Sahat menyarankan agar pemerintah membuat bendungan bagi CPO. Bendungan itu dibentuk dengan cara menaikkan harga tarif ekspor CPO. Bendungan tersebut dinilai Sahat akan membuat minyak tidak mengalir ke luar Indonesia. Sahat bilang, DMO pernah dilakukan sebelumnya pada tahun 2008. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut dinilai kacau. Kekacauan terjadi menurut Sahat akibat dari kurangnya kesiapan. Guna memberlakukan DMO, Sahat bilang pemerintah harus menyiapkan tanki penampung minyak dengan kapasitas 300.000 ton. Tanki tersebut digunakan untuk menampung CPO dari perkebunan untuk didistribusikan ke industri. Bila hal tersebut tidak dilakukan, Sahat bilang akan terjadi kekacauan dalam pendistribusian CPO. Sahat menjelaskan, pabrik minyak goreng di Indonesia berjumlah 83 perusahaan, sementara tersapat lebih dari 100 perkebunan sawit. "Bagaimana menentukan distribusi perkebunan mana ke industri minyak goreng yang mana," terang Sahat. Kebutuhan CPO untuk minyak goreng pun dinilai kecil oleh Sahat. Kebutuhan CPO untuk minyak goreng sebesar 3,3 juta ton per tahun. Jumlah tersebut senilai dengan 10% produksi CPO Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
GIMNI minta Kemendag tidak berlakukan DMO
KONTAN.CO.ID - Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) meminta kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk tidak melaksanakan kewajiban pasok domestik atau domestic market obligation (DMO). "Kami anjurkan DMO tidak dilaksanakan oleh pemerintah," ujar Sahat Sinaga Direktur Eksekutif GIMNI kepada KONTAN (11/9). Sahat menilai kebijakan tersebut kurang tepat dilakukan. Hal tersebut melihat tujuan dari diberlakukannya DMO adalah untuk menjaga pasokan minyak dalam negeri sehingga harga dapat terkendali. Sahat bilang saat harga rendah seperti ini DMO tidak tepat dilakukan. Menurut Sahat, kekhawatiran pemerintah adalah saat harga Crude Palm Oil (CPO) sedang tinggi. Kondisi tersebut dinilai akan membuat industri mengekspor CPO sehingga pasokan dalam negerinakan berkurang. "Momentum kenaikan harga CPO hanya sebentar," jelas Sahat. Mencegah hal itu, Sahat menyarankan agar pemerintah membuat bendungan bagi CPO. Bendungan itu dibentuk dengan cara menaikkan harga tarif ekspor CPO. Bendungan tersebut dinilai Sahat akan membuat minyak tidak mengalir ke luar Indonesia. Sahat bilang, DMO pernah dilakukan sebelumnya pada tahun 2008. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut dinilai kacau. Kekacauan terjadi menurut Sahat akibat dari kurangnya kesiapan. Guna memberlakukan DMO, Sahat bilang pemerintah harus menyiapkan tanki penampung minyak dengan kapasitas 300.000 ton. Tanki tersebut digunakan untuk menampung CPO dari perkebunan untuk didistribusikan ke industri. Bila hal tersebut tidak dilakukan, Sahat bilang akan terjadi kekacauan dalam pendistribusian CPO. Sahat menjelaskan, pabrik minyak goreng di Indonesia berjumlah 83 perusahaan, sementara tersapat lebih dari 100 perkebunan sawit. "Bagaimana menentukan distribusi perkebunan mana ke industri minyak goreng yang mana," terang Sahat. Kebutuhan CPO untuk minyak goreng pun dinilai kecil oleh Sahat. Kebutuhan CPO untuk minyak goreng sebesar 3,3 juta ton per tahun. Jumlah tersebut senilai dengan 10% produksi CPO Indonesia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News