KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memperkirakan produksi minyak goreng nasional tahun ini bisa mencapai 28 juta hingga 29 juta ton. Produksi ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang sekitar 24 juta ton. Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga menuturkan, peningkatan produksi minyak goreng itu dikarenakan konsumsi biodiesel serta permintaan minyak goreng yang meningkat. Sahat menjelaskan, produksi minyak goreng tahun ini belum mencapai kapasitas produksi industri
refinery. Pasalnya, kapasitas produksi pabrik minyak goreng di Indonesia mencapai 32 juta ton per tahun.
“Industri
refinery di Indonesia itu memiliki kapasitas sebesar 55 juta ton, di mana dia mampu mengolah sebesar 55 juta ton CPO. Ini diolah menjadi Refined Bleached Deodorized Palm oil (RBDPO) yang menghasilkan minyak goreng dan stearin. Kapasitas produksi minyak goreng 32 juta ton dan stearin sekitar 13 juta ton,” ujar Sahat kepada Kontan.co.id, Kamis (23/8). Menurut Sahat, produksi minyak goreng ini sebagian besar masih ditujukan untuk ekspor. Dia bilang, ekspor minyak goreng bisa lebih dari 20 juta ton. Sahat pun memandang, adanya kebijakan
Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20% untuk minyak goreng kemasan sederhana dianggap dapat menyebabkan kelebihan produksi minyak goreng di tanah air. Pasalnya, kebutuhan minyak goreng curah hanya sekitar 3,5 juta ton sementara industri diminta memenuhi 6,4 juta ton minyak goreng kemasan sederhana. “Nanti industri bisa berhenti memproduksi bila pasar tidak menerima. Contohnya Juni lalu kebutuhannya hanya sekitar 375.000 ton, sementara produksi lebih dari itu, Juli ini tidak produksi,” tutur Sahat. Tak hanya itu, menurut Sahat, kapasitas terpasang tersebut bisa dimaksimalkan jika pungutan ekspor diturunkan. Pasalnya, saat ini pungutan ekspor minyak goreng kemasan sekitar US$ 20 per ton. “Kami minta turun supaya kita bisa bersaing dengan negara lain, jadi kita bisa meningkatkan ekspor minyak goreng ke Afrika. Selama ini pasar ekspor minyak goreng kita adalah Pakistan, Timur Tengah, Rudia dan India,” tutur Sahat. Sahat membeberkan, saat ini terdapat 75 perusahaan yang memproduksi minyak goreng di Indonesia. Dari jumlah tersebut 8 diantaranya melakukan ekspor.
Menanggapi masuknya PT Industri Nabati Lestari, anak usaha PTPN dalam bisnis minyak goreng saat ini, Sahat berpendapat perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan untuk mendistribusikan minyak gorengnya. “Dia butuh pasar untuk mendistribusikan minyak gorengnya. Apalagi ada berbagai jenis pasar, misalnya yang
packing untuk pasar retail modern, pasar untuk untuk industri dan pasar curah dan kemasan sederhana. Untuk ekspor, apakah dia sudah punya pasar? Jadi tidak semudah itu mengeksplor market,” tutur Sahat. Sahat menjelaskan, kapasitas produksi pabrik minyak goreng yang sebesar 32 juta ton belum menghitung kapasitas terpasang PT Industri Nabati Lestari. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie