GIPI Resmi Ajukan Uji Materi Beleid Soal Kenaikan Pajak Hiburan ke MK



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) secara resmi telah mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (07/02) terhadap Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 yang merujuk pada pasal 58 ayat 2 berkaitan dengan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, klub malam, bar, dan spa. 

Karena berdasarkan peraturan tersebut ditetapkan pajak paling rendah 40% dan paling tinggi 75%. Padahal selama ini, tarif pajak tersebut paling rendah 35% dan paling tinggi 75%.

Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani mengatakan penerapan peraturan ini justru memperjelas diskriminasi pemerintah terhadap 5 sektor usaha tersebut jika dibandingkan usaha lainnya. 


Baca Juga: GIPI Ungkap Okupansi Hotel di Indonesia Masih Stagnan, Ini Penyebabnya

“Karena ini berisi tentang perlakuan tarif yang berbeda untuk usaha jasa hiburan yaitu karaoke,diskotik, bar, club malam, spa atau mandi uap,” ungkapnya saat ditemui Kontan di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (07/02).

Menurutnya, jika memang kelima kategori usaha tersebut ingin dibatasi, pemerintah seharusnya tidak menekankan pada kenaikan tarif pajak namun secara perizinan. 

“Kalau memang kategori usaha ini memang mau dibatasi, seharusnya bukan dari tarif tapi perizinan,” kata Hariyadi. 

Kemudian, selama dalam proses gugatan GIPI ungkapnya juga akan mengeluarkan surat edaran yang menghimbau terutama kepada anggotanya untuk membayar pajak sesuai dengan tarif terdahulu yaitu hanya sebesar 10%. 

“Karena proses gugatan ini yang cukup panjang, dan karena kita ketahui sebentar lagi ada pemilu, MK pasti akan memprioritaskan penanganan perkara yang berkaitan dengan pemilu. Jadi GIPI bakal sebar edaran agar anggotanya membayar pajak mengikuti pajak yang lama yaitu 10%,” jelas Hariyadi. 

Ia menambahkan, dampak penetapan pajak yang tinggi dalam usaha hiburan akan berdampak padas kehilangan konsumen dan berakhir pada penutupan usaha serta banyaknya pekerja di sektor hiburan yang akan kehilangan lapangan kerja. 

Baca Juga: Sandiaga Pastikan Beban Pajak Industri Spa Tidak Bertambah

Disisi lain, dalam mengajukan Judicial Review tersebut Muhammad Joni selaku kuasa hukum dari pihak GIPI, pihaknya mendalilkan dengan 5 batu uji di UUD 1945 yaitu:

  • Pasal 28 D 1 tentang kepastian hukum yang adil

  • Pasal 28 I ayat 2 tentang larangan untuk tidak dilakukan tindakan diskriminatif 

  • Pasal 28 G ayat 2 tentang perlindungan terhadap harta di bawah kekuasaannya 

  • Pasal 28 H ayat 1 tentang pelayanan kesehatan 

  • Pasal 27 ayat 2 hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak 

Joni menambahkan, dinaikkannya pajak hiburan untuk 5 industri tersebut tidak ditemukan rujukannya di dalam naskah akademis. Dan jika alasan diberlakukannya pajak yang tinggi karena kelimanya dikualifikasikan sebagai hiburan yang bersifat mewah dan bersifat perlu dikendalikan, maka hal tersebut juga menurutnya tidak seperti fakta yang ada di lapangan. 

“Bahkan sekarang adapun layanan karaoke itu paket hemat, dua jam bayar satu jam itu meruntuhkan argumentasi atau pandangan pembuat undang undang bahwa kelima jenis itu adalah produk jasa hiburan yang mewah,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .