Global bond jadi sumber dana baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar finansial Indonesia semakin bersinar. Bertabur sejumlah katalis positif, investor asing diperkirakan terus melirik instrumen pasar keuangan Indonesia.

Selain pasar di dalam negeri, aset asal Indonesia pun mulai berkibar di luar negeri. Setelah PT Jasa Marga Tbk (JSMR) sukses merilis Komodo Bond di bursa London pada akhir tahun lalu, sejumlah korporasi bersiap merilis global bond pada tahun ini.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), misalnya, ingin mengikuti jejak JSMR melepas Komodo Bond. Nilainya cukup fantastis, yakni US$ 1 miliar hingga US$ 2 miliar.


Adapun PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berencana menerbitkan global bond berdenominasi dollar AS senilai US$ 750 juta. Kemudian PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) berniat merilis global bond masing-masing US$ 300 juta.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menilai, penerbitan global bond di tahun ini masih menarik. Kenaikan peringkat utang Indonesia dari Fitch Ratings akhir tahun lalu membuat persepsi risiko investor global terhadap surat utang asal Indonesia semakin membaik.

Persepsi risiko investasi di Indonesia memang kian membaik. Ini terlihat dari turunnya credit default swap (CDS) Indonesia tenor lima tahun dan sepuluh tahun. Bahkan, CDS sempat turun menyentuh rekor terendah sepanjang masa. "Hal tersebut bisa berdampak positif ke global bond yang diterbitkan emiten di Indonesia," ujar Made kepada KONTAN, Kamis (11/1).

Berkurangnya risiko surat utang Indonesia membuka peluang bagi emiten untuk mengurangi beban keuangan. Sebab, emiten bisa mematok kupon global bond lebih rendah dibanding sebelumnya.

Meski demikian, emiten tetap perlu waspada pada tahun ini. Vice President Research & Analysis Valbury Asia Futures, Nico Omer Jonckheere khawatir The Federal Reserve (The Fed) kembali menaikkan suku bunga di tahun ini. Hal itu bisa mempengaruhi bunga acuan negara lain.

Sehingga ada kemungkinan emiten akan menanggung beban bunga lebih besar jika suku bunga The Fed dan negara lain ikut naik.

Daya serap obligasi global pada tahun ini juga bergantung pada kebijakan moneter negara maju, seperti Eropa, Inggris, AS dan Jepang. "Jika terjadi pengetatan kebijakan moneter, likuiditas di pasar obligasi akan turun. Ini bisa membuat suku bunga naik dan harga obligasi menjadi lebih rendah," kata Nico.

Menilik sentimen tersebut, Made menyarankan emiten memilih momentum yang tepat untuk menerbitkan global bond agar dapat terserap secara maksimal. "Waktu yang tepat tampaknya di semester pertama tahun ini. Sebab, frekuensi kenaikan Fed fund rate kemungkinan cukup banyak pada semester kedua nanti," kata dia.

European Central Bank juga akan menyesuaikan kebijakan moneternya pada September nanti. Jika skenario ini berjalan, "Maka likuiditas global di paruh pertama tahun akan lebih baik daripada paruh kedua," ungkap Made.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia