Golden Spike menggugat PHE Raja Tempirai



JAKARTA. PT Golden Spike Energy Indonesia kembali berseteru dengan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Raja Tempirai di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 

Golden Spike menggugat PHE Raja Tempirai terkait kerjasama Joint Operating Body antara keduanya. "Soal kerjasama Golden Spike dengan PHE yang sudah berlangsung sejak lama," ungkap kuasa hukum Golden Spike, Aldy Dio Bayu beberapa waktu lalu.

Golden Spike adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan minyak bumi dan batubara. Tahun 1989 Golden Spike memulai kerja sama tersebut dengan PHE Raja Tempirai. Bagi hasilnya diatur dalam perjanjian Production Sharing Contract (PSC) tertanggal 6 Juli 1989.


Golden Spike menuding PHE Raja Tempirai melakukan wanprestasi dengan tidak membayar kewajiban dalam pekerjaan Sole Risk Operation seperti yang tercantum dalam pasal 6.3 PSC. Yaitu denda berupa Sole Risk Exploration well sebesar 300% dan Sole Appraisal Well sebesar 200%. 

PHE selaku default party, menurut Golden Spike telah berulangkali terlambat memenuhi kewajiban dalam membayarkan modal dan bahkan pada akhirnya tidak mampu memenuhi kewajibannya. Akumulasi wanprestasi kewajiban PHE ditambah dengan cost reimbursement sole risk operations dan interest (bunga) mencapai US$ 299,13 juta. 

Atas hal ini, Golden Spike mengaku beritikad baik mengajukan teguran tertulis lewat somasi tanggal 14 Maret 2011. Kemudian pada tanggal 15 Maret 2011 diadakan pertemuan rapat JOB yang menghasilkan kesepakan untuk membentuk tim kerja guna menyelesaikan permasalahan ini. Jika tim kerja tidak mencapai titik temu, keduanya sepakat melanjutkan pembahasan dengan melibatkan KPK sebagai penengah.

Selanjutnya Golden Spike meminta PHE Raja Tempirai untuk segera menandatangani kesepakatan rapat JOB Pertamina-Golden Spike Indonesia agar penyelesaian kewajiban pembayaran bisa segera tuntas.

Atas perbuatan PHE Raja Tempirai, Golden Spike meminta ganti rugi materiil senilai US$ 299,13 juta. Tak hanya itu, Golden Spike meminta ganti rugi immateriil US$ 300 juta karena sudah melakukan konsultasi hukum dan menghubungi ahli dengan biaya sangat mahal serta kehilangan waktu, tenaga, pikiran, dan kesempatan mendapatkan keuntungan (loss income).

Menanggapi gugatan ini, pihak PHE Raja Tempirai melalui kantor kuasa hukum Adnan Buyung Nasution & Partners Law Firm dan Nita Diah Patuhan Law Firm menyatakan gugatan Golden Spike tidak berdasar. PHE Raja Tempirai menuding gugatan disusun dengan memutar balikkan fakta.

Pihak PHE Raja Tempirai menyangkal adanya kegiatan Sole Risk Operation. Kegiatan ini, menurut PHE Raja Tempirai tidak pernah ada sejak masa berlakunya PSC hingga saat ini.

Hal ini dibuktikan dalam perkara PKPU Golden Spike nomor 63/PKPU/2012/PN.Jakarta Pusat. Dalam proses PKPU, Pertamina selaku kreditur mengajukan tagihan senilai US$ 2,1 juta. Kemudian Golden Spike selaku debitur mengaku punya tagihan senilai US$ 299,13 juta terkait kegiatan sole risk operation. 

Namun, hakim pengawas menolak klaim Golden Spike. Lantaran inilah PHE Raja Tempirai mencurigai Golden Spike memanipulasi fakta dalam gugatan.

Perkara ini telah bergulir di PN Jakarta Pusat sejak April 2013. Majelis hakim akan melanjutkan sidang pada Rabu mendatang (22/1) dengan agenda replik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia