KONTAN.CO.ID - Goldman Sachs dikenal jarang melontarkan proyeksi ekstrem. Karena itu, revisi terbaru target harga emas mereka layak membuat investor menoleh dua kali. Mengutip
The Street, bank investasi asal AS tersebut kini memperkirakan harga emas bisa melonjak hingga sekitar US$ 4.900 per troy ounce pada akhir 2026, melanjutkan reli historis yang sudah berlangsung. Sebagai perbandingan, angka itu berarti kenaikan sekitar 13% dari harga emas spot yang diperdagangkan di kisaran US$ 4.323 per ounce pada Jumat pagi, 19 Desember 2025.
Menurut Goldman Sachs, lonjakan ini bukan sekadar sentimen sesaat, melainkan cerminan pergeseran fundamental dalam perekonomian global. Bank sentral di berbagai negara dinilai tidak lagi “sekadar melirik” emas. Mereka kini secara aktif dan konsisten menambah cadangan emasnya. Di saat yang sama, tren penurunan suku bunga global ikut mengubah cara investor memandang emas. Artinya, kenaikan harga emas saat ini bukan reaksi jangka pendek, melainkan bagian dari pergeseran jangka panjang dalam penempatan aset global.
Baca Juga: Tahun Emas Kripto di Era Trump, Tapi Tantangan Besar Menanti pada 2026 Goldman juga menilai, meski emas tengah menjadi sorotan utama, proyeksi positif mereka terhadap tembaga menunjukkan sinyal yang lebih luas: arah permintaan global, risiko, dan kebijakan ekonomi sedang berubah. Bank Sentral Jadi Motor Utama Permintaan Goldman menilai reli emas masih memiliki ruang untuk berlanjut, didorong oleh dua kekuatan besar yang saling menguatkan. Pertama, bank sentral kini menjadi sumber permintaan yang stabil dan berkelanjutan. Mereka tidak lagi membeli emas hanya saat krisis, melainkan menjadikannya bagian dari strategi cadangan jangka panjang. Data World Gold Council (WGC) menunjukkan, pada kuartal I 2025, bank sentral membeli bersih 244 ton emas. Meski pembelian sempat melambat di kuartal II (166 ton), permintaan kembali menguat di kuartal III dengan 220 ton. Bahkan pada Oktober saja, pembelian bersih tercatat 53 ton. Suku Bunga Turun, Daya Tarik Emas Naik Kekuatan kedua datang dari penurunan suku bunga. Selama ini, kelemahan utama emas adalah tidak memberikan imbal hasil. Saat suku bunga tinggi, emas kalah menarik dibanding instrumen berbunga.
Namun, ketika suku bunga turun, kelemahan itu memudar. Investor kembali melihat emas sebagai penyimpan nilai (safe haven) yang masuk akal.
Baca Juga: Harga Emas Naik 1% Didorong Permintaan Aset Safe Haven dan Pelemahan Dolar AS Sebagai catatan, Federal Reserve memangkas suku bunga terakhir pada 10 Desember 2025 ke kisaran 3,50%–3,75%. Rapat FOMC berikutnya dijadwalkan pada 27–28 Januari 2026. Selain itu, masa jabatan Ketua The Fed Jerome Powell akan berakhir pada Mei 2026, dan penggantinya diperkirakan akan mengusung kebijakan yang lebih ramah pertumbuhan.