JAKARTA. Walau sekedar wacana, keinginan sebagian elite Partai Demokrat dan Partai Golkar untuk menyandingkan pasangan Aburizal Bakrie (Ical) dengan Pramono Edhi Wibowo malah mengundang polemik.Menurut Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi, hadirnya wacana ini tidak lepas karena Demokrat maupun Golkar tengah sama - sama dilanda kegamangan. Karena, jika parpol-parpol lain sudah menentukan arah koalisi yang jelas, hanya Demokrat dan Golkar yang masih bimbang dengan peta politik yang akan dituju. Paling tidak kata dia, coba saja lihat perjalanan rancang bangun koalisi yang dibangun Ketua Umum Golkar, Ical sejak tanggal 10 April hingga sekarang. Entah bolak-balik menemui Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto atau saling sowan menemui Joko Widodo (Jokowi). Demikian juga dengan Demokrat, imbuhnya, akhir pelaksanaan konvensi Capres partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata malah tidak menghasilkan sesuatu yang cetar membahana. Dahlan Iskan sang pemenang konvensi malah diterlantarkan. Malah, kata dia, elit Demokrat justru ingin memajukan Sri Sultan HB X dan mendorong adik ipar SBY yakni Pramono Edhi Wibowo sebagai Cawapres."Ada semacam hilangnya percaya diri sekaligus kebingungan di tengah makin sendikitnya parpol yang masih berada di luar barisan koalisi," ujar Pengajar program pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini kepada Tribunnews.com, Sabtu (17/5).Lebih lanjut dia juga meyakini terjadi friksi di Golkar dan Demokrat soal arah koalisi yang akan ditempuh masing-masing partai. Ada sebagian elit Golkar seperti Akbar Tandjung, Luhut Panjaitan, Fadel Muhammad yang cenderung ingin bergabung dengan PDIP. Sementara kubu Ical ingin mematok target tetap menjadi capres. Sedangkan di kubu partai besutan SBY ini, ada yang ingin mengikuti jejak partai besan SBY yakni Partai Amanat Nasional PAN yang telah berkoalisi dengan Gerindra. Atau memilih oposisi atau membentuk poros baru dengan Golkar.Menurut dosen S2 Universitas Persada Indonesia (UPI YAI) Jakarta dan Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya ini, kepastian arah koalisi memang secara resmi akan dikukuhkan di forum Rapimnas. Tetapi komunikasi politik terus ditebar dengan intens oleh para elit Demokrat dan Golkar. Baik Golkar atau Demokrat pasti akan menempuh cara yang menguntungkan partainya.Yang jelas, menurut dia, jika nama Ical dan Pramono Edhi Wibowo akhirnya dimajukan sangat sulit untuk menandingi Prabowo dan Jokowi. "Akibatnya, lahirnya poros Golkar dan Demokrat hanyalah bentuk "harga diri" masing-masing partai karena lahir dari posisi yang sama-sama saling "kepepet"," tuturnya. (Srihandriatmo Malau)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Golkar-Demokrat, poros baru kepepet
JAKARTA. Walau sekedar wacana, keinginan sebagian elite Partai Demokrat dan Partai Golkar untuk menyandingkan pasangan Aburizal Bakrie (Ical) dengan Pramono Edhi Wibowo malah mengundang polemik.Menurut Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi, hadirnya wacana ini tidak lepas karena Demokrat maupun Golkar tengah sama - sama dilanda kegamangan. Karena, jika parpol-parpol lain sudah menentukan arah koalisi yang jelas, hanya Demokrat dan Golkar yang masih bimbang dengan peta politik yang akan dituju. Paling tidak kata dia, coba saja lihat perjalanan rancang bangun koalisi yang dibangun Ketua Umum Golkar, Ical sejak tanggal 10 April hingga sekarang. Entah bolak-balik menemui Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto atau saling sowan menemui Joko Widodo (Jokowi). Demikian juga dengan Demokrat, imbuhnya, akhir pelaksanaan konvensi Capres partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ternyata malah tidak menghasilkan sesuatu yang cetar membahana. Dahlan Iskan sang pemenang konvensi malah diterlantarkan. Malah, kata dia, elit Demokrat justru ingin memajukan Sri Sultan HB X dan mendorong adik ipar SBY yakni Pramono Edhi Wibowo sebagai Cawapres."Ada semacam hilangnya percaya diri sekaligus kebingungan di tengah makin sendikitnya parpol yang masih berada di luar barisan koalisi," ujar Pengajar program pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini kepada Tribunnews.com, Sabtu (17/5).Lebih lanjut dia juga meyakini terjadi friksi di Golkar dan Demokrat soal arah koalisi yang akan ditempuh masing-masing partai. Ada sebagian elit Golkar seperti Akbar Tandjung, Luhut Panjaitan, Fadel Muhammad yang cenderung ingin bergabung dengan PDIP. Sementara kubu Ical ingin mematok target tetap menjadi capres. Sedangkan di kubu partai besutan SBY ini, ada yang ingin mengikuti jejak partai besan SBY yakni Partai Amanat Nasional PAN yang telah berkoalisi dengan Gerindra. Atau memilih oposisi atau membentuk poros baru dengan Golkar.Menurut dosen S2 Universitas Persada Indonesia (UPI YAI) Jakarta dan Universitas Dr Soetomo (Unitomo) Surabaya ini, kepastian arah koalisi memang secara resmi akan dikukuhkan di forum Rapimnas. Tetapi komunikasi politik terus ditebar dengan intens oleh para elit Demokrat dan Golkar. Baik Golkar atau Demokrat pasti akan menempuh cara yang menguntungkan partainya.Yang jelas, menurut dia, jika nama Ical dan Pramono Edhi Wibowo akhirnya dimajukan sangat sulit untuk menandingi Prabowo dan Jokowi. "Akibatnya, lahirnya poros Golkar dan Demokrat hanyalah bentuk "harga diri" masing-masing partai karena lahir dari posisi yang sama-sama saling "kepepet"," tuturnya. (Srihandriatmo Malau)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News