JAKARTA. Partai berlambang pohon beringin ini menekankan pentingnya kebijakan pemberian subsidi. Terlebih nyatanya kesejahteraan penduduk Indonesia tidak merata. Ketimpangan sosial masih tampak jelas antara orang kaya dan miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan Indonesia di tahun 2013 mencapai 28,07 juta orang. Lantaran itu, Partai Golongan Karya (Golkar) akan mempertahankan kebijakan pemberian subsidi khusus bagi warga miskin. Satu hal yang menjadi kritikan Golkar atas kebijakan subsidi yang berlaku saat ini adalah menyangkut mekanisme pemberian subsidi. Pasalnya, triliunan rupiah anggaran subsidi yang dikeluarkan negara justru dinikmati kalangan yang tidak semestinya menikmati. Singkat kata tidak tepat sasaran. "Lucu kan kalau yang menikmati subsidi itu justru orang kaya," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis.Harry menyebutkan, berdasarkan hasil survei 80% penerima subsidi yakni orang kaya. Contohnya, hotel dengan tarif kamar mencapai Rp 2 jutaan masih menikmati subsidi listrik dari pemerintah.Berdasarkan kenyataan tersebut, Golkar berjanji akan memperbaiki mekanisme pemberian subsidi. Terutama menyangkut klasifikasi pihak yang berhak mendapatkan subsidi. "Kita harus definisikan secara jelas seperti apa orang miskin, agak miskin maupun sangat miskin," tambahnya.Senada juga disampaikan politisi Partai Golkar lainnya, Satya Widya Yudha. Satya menekankan perlunya pendefinisian ulang klasifikasi golongan tidak mampu. Selama ini, akses masyarakat dari berbagai golongan untuk subsidi, misalnya listrik, pupuk serta bahan bakar minyak (BBM) masih sama besar. "Kalau semua golongan masyarakat punya akses yang sama, jadi enggak berkeadilan dong subsidinya," jelasnya.Golkar yakin dengan ada perubahan ini beban anggaran subsidi bisa lebih ditekan. Sebut saja, alokasi anggaran subsidi BBM di APBN 2014 tercatat Rp 210,73 triliun, subsidi listrik Rp 71,36 triliun, subsidi pangan Rp 18,82 triliun, subsidi pupuk Rp 21,04 triliun, dan subsidi benih Rp 1,56 triliun. "Angka itu bisa lebih kecil apabila subsidi tersebut dialihkan ke subsidi per orang," katanya.Supaya tepat sasaran, Golkar mengusulkan sinkronisasi penyaluran subsidi berdasarkan e-KTP. Melalui e-KTP diyakini mampu meminimalisasi salah sasaran.Golkar juga menjanjikan peningkatan alokasi anggaran untuk subsidi di sektor pertanian. Pasalnya, sektor pertanian mengambil peran penting khususnya untuk menyerap lapangan kerja. "Sekitar 45%-50% lapangan kerja terserap di sektor ini," katanya.Di samping itu, subsidi di sektor pendidikan pun relatif masih kecil yakni sekitar Rp 10 triliun. Jauh berbeda dengan subsidi BBM yang membengkak sampai Rp 210 triliun. Golkar ingin "Bukan hanya orang kaya yang mendominasi bangku perkuliahan," kata Harry.Dengan kata lain, partai nomor urut kelima pemilihan umum (pemilu) akan menjamin subsidi tetap ada. Tinggal keseriusannya.
Jualan program bagus, kendalanya di praktik Langkah Partai Golongan Karya (Golkar) untuk menawarkan untuk memperbaiki penyaluran subsidi supaya lebih tepat sasaran merupakan program yang bagus. Namun, Pengamat Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menilai, kebijakan tersebut tidak mudah untuk dijalankan.Maklum, karakteristik masyarakat yang suka menerima subsidi akan menjadi permasalahan tersendiri. Warga masyarakat yang sebelumnya terdaftar sebagai penerima subsidi akan ingin terus menikmati, meskipun secara penghasilan sejatinya sudah tidak miskin lagi.Latif menilai saat ini di Indonesia tidak ada kesadaran masyarakat untuk mendukung kebijakan subsidi. "Idenya bagus, tapi agak sulit antara ide dan implementasikan sekarang," ujarnya.Ia mencontohkan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Banyak pemilik kendaraan yang semestinya menggunakan BBM nonsubsidi tetapi tetap saja memilih membeli BBM subsidi yang murah. Untuk itu, Latif menyarankan perlunya sistem monitoring yang ketat. Selain itu perlu sanksi yang tegas juga.Langkah Golkar yang mendukung penuh program e-KTP menjadi indikasi positif untuk memperbaiki sistem pemberian subsidi. Tapi, satu hal yang perlu dicatat, pendataan e-KTP saat ini sangat mungkin belum sesuai. "Ini butuh waktu yang lama," paparnya.Hal senada disampaikan pengamat politik LIPI, Indria Samego. Ia menilai pendataan seorang individual bukanlah perkara mudah. Akibatnya data yang didapat bisa jadi tidak akurat, terlebih lagi kadang oknum distributor hanya mengarahkan menyalurkan kepada orang dekat disekitarnya. "Angka kemiskinan yang ada di pemerintah atau pun lembaga penelitian lainnya bisa jadi berbeda," katanya.Sementara itu, untuk mengurangi subsidi energi ke depan tidak akan mudah. Karena itu perlu lebih hati-hati agar program bisa terlaksana. |