Golkar lihat program deradikalisasi gagal



JAKARTA. Densus 88 Polri telah berhasil menembak mati 10 dan menangkap 13 orang terduga teroris. Sayangnya peristiwa operasi anti terorisme terakhir ini justru menunjukkan bahwa  program deradikalisasi pemerintah selama ini telah gagal. Penyebabnya lebih banyak karena pemerintah menganggap terorisme hanya disebabkan oleh pemahaman agama yang sempit. Pendapat ini disampaikan oleh Harijanto Tohari, Wakil Ketua MPR RI di Gedung DPR/MPR, Jumat, (10/5). Harijanto sangat menyayangkan upaya penanganan terorisme terlalu disederhanakan seolah hanya menjadi upaya penembakan teroris. Terus berulangnya kemunculan kasus terorisme menunjukkan bahwa program deradikalisasi yang dijalankan pemerintah selama ini gagal. "Penyebabnya adalah kekeliruan bahwa sumber terorisme adalah teologi radikal. Padahal penyebab terorisme banyak," ujar politisi senior Golkar ini kepada Kontan. Harijanto lantas menjelaskan bahwa terorisme memiliki akar penyebab yang kompleks, seperti kemiskinan, pengangguran, rasa frustrasi akan masa depan yang tidak jelas. Selain itu, banyak orang merasa frustrasi melihat praktik korupsi begitu marak. Hingga saat ini, begitu banyak koruptor tetap bebas dan hidup kaya raya sampai bisa membagi-bagikan dana. Semua rasa frustrasi karena berbagai penyebab di atas melahirkan kemauan untuk melakukan langkah-langkah drastis yang mengabaikan hukum. Kini banyak orang melihat perubahan secara gradual tidak mampu menyelesaikan masalah. Kondisi ini kemudian  dibumbui teologi ekstrem yang akhirnya melahirkan terorisme. Dimensi akar penyebab terorisme ini sangat luas. Oleh sebab itu, Harijanto meminta pemerintah untuk tidak menganggap terorisme hanya disebabkan pemahaman agama yang sempit. Kesalahpahaman ini menjadikan program deradikalisasi menjadi tidak efektif. Sudah saatnya pemerintah harus menggunakan pendekatan komprehensif untuk mencegah terus bermunculannya tindakan terorisme. Deradikalisasi harus dipadukan dengan penanganan mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Ia mencontohkan kebanyakan teroris adalah orang yang tidak punya pekerjaan tetap, seperti jualan jaket. "Jadi percuma tembak teroris terus. Beberapa tahun lagi muncul teroris, lalu tembak lagi. Mau sampai kapan ini terus berlangsung," pungkas Hariyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.