Golkar pertanyakan revisi kadar olahan mineral



JAKARTA. Partai Golkar mendesak pemerintah untuk menutup semua celah kecurangan yang mungkin terjadi dalam menjalankan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) terkait larangan ekspor mineral mentah tetap. Pemerintah memastikan Undang-Undang itu diberlakukan pada 12 Januari 2014. "Pemerintah harus konsisten dan berani menghentikan semua praktik-praktik kecurangan yang mencari celah-celah hukum dari UU Minerba itu. Sebenarnya, Undang-Undang Minerba sudah konsisten, tinggal bagaimana PP yang perlu diperhatikan pemerintah untuk mencegah terjadinya potensi kecurangan tersebut," ujar Anggota Komisi VII dari Fraksi Golkar Dito Ganinduto, dalam rilisnya, Kamis (9/1/2014). Menurut dia, definisi dan pemahaman seluruh stakeholders di sektor tambang batubara dan mineral, harus disamakan. Sehingga tidak terjadi multitafsir yang justru bisa semakin memperumit permasalahan implementasi UU Minerba itu. Apalagi, kata dia, pemerintah sendiri masih tidak tegas dalam memberikan batasan tentang jenis dan klasifikasi mineral apa saja yang bisa diekspor. Pasalnya, masih terdapat sejumlah pertambangan yang belum selesai membangun pengolahan mineral mentah. Karena itu, pemerintah berupaya untuk membuat regulasi yang memungkinkan ekspor tetap dilakukan meski mineral belum terproses 100%. "Jadi harus jelas pemahamannya. Apakah mineral yang sudah terproses 100% atau bisa cuma 10%? Kan semuanya masih belum tegas. Jangan sampai terjadi akal-akalan di level operator yang menjalankan UU Minerba. Semua peluang untuk itu, harus ditutup rapat, sehingga target-target yang diharapkan tercapai," ungkap dia. Lebih jauh, ujar Dito, konsistensi yang harus ditunjukkan PP dari UU Minerba itu adalah pemahaman dan semangat untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah sektor mineral, berdasarkan arahan UU Minerba.  Dan bukan berdasarkan kepentingan segelintir pihak. "Saya dengar, pemerintah tengah berupaya untuk mempermudah ekspor mineral olahan dengan cara merevisi batas minimum kadar pengolahan dan pemurnian mineral. Selain itu, juga harus diperhatikan jangka waktu proses pengolahan dan pemurnian mineral itu sendiri. Misalnya setelah 3 tahun, harus mencapai 99%. Intinya PP itu harus mengacu kepada nilai tambah minerba," tandas Dito. Seperti diketahui, sesuai aturan, larangan ekspor mineral mentah akan diberlakukan mulai 12 Januari 2014. Dengan larangan itu, maka semua produk pertambangan mentah harus diolah di dalam negeri melalui smelter yang wajib dibangun oleh perusahaan yang melakukan penambangan mineral. Selanjutnya, baru bisa ekspor. Namun, sampai ini baru sekitar 28 perusahaan yang telah memulai membangun smelter dengan progres sekitar 30%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Azis Husaini