Good bye Gross Split, Menteri ESDM kini izinkan kontraktor pakai cost recovery lagi



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kepastian hukum atas investasi di industri minyak dan gas bumi kembali berubah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengubah peraturan soal gross split warisan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar.

Artinya, kontraktor migas boleh memakai kontrak bagi hasil cost recovery kembali. Ketentuan itu dituangkan dalam Permen ESDM No 12 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM No 08 Tahun 2017 Tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang disahkan pada 16 Juli 2020.

Baca Juga: Proyek LNG Masela Terganjal Lagi, Sinar Mas Dikabarkan Membeli Sebagian Lahan


Dalam Pasal 1 menuliskan bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split (Berita Negara Republik IndonesiaTahun 2017 Nomor 116) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20  Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan SumberDaya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak BagiHasil Gross Split (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2019 Nomor 1216) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Menteri menetapkan bentuk dan ketentuan pokok Kontrak Kerja Sama yang akan diberlakukan untuk suatu Wilayah Kerja dengan mempertimbangkantingkat resiko, iklim investasi, dan manfaat yangsebesar-besarnya bagi negara. (2) Penetapan bentuk dan ketentuan pokok KontrakKerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bentuk:a.  Kontrak Bagi Hasil Gross Split; b. Kontrak Bagi Hasil dengan mekanismepengembalian biaya operasi; atau c. kontrak kerja sama lainnya.

Dalam hal Menteri menetapkan bentuk danketentuan pokok Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuatpersyaratan: a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. pengendalian manajemen operasi berada padaSKK Migas; dan c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung Kontraktor.

2. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a menggunakan mekanismebagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.

Pasal 25 Diubah dan ditambahkan:

Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku: a. Kontrak Kerja Sama yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan. b. Dihapus. c. Kontraktor yang Kontrak Kerja Samanya telahditandatangani sebelum Peraturan Menteri iniditetapkan, dapat mengusulkan perubahan bentukKontrak Kerja Samanya menjadi Kontrak Bagi HasilGross Split. d. Dalam hal Kontraktor mengusulkan perubahanbentuk Kontrak Kerja Sama sebagaimana dimaksuddalam huruf c, biaya operasi yang telah dikeluarkandan belum dikembalikan dapat diperhitungkanmenjadi tambahan split bagian Kontraktorsebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). e. Terhadap penunjukan PT Pertamina (Persero) atau afiliasinya sebagai pengelola Wilayah Kerja yang Kontrak Kerja Samanya belum ditandatangani, Menteri menetapkan bentuk Kontrak Kerja Samanya.

Arifin menuliskan bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan meningkatkan investasi di bidang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi perlu mengubah Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan MenteriEnergi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2019tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energidan Sumber Daya Mineral Nomor 08 Tahun 2017 tentangKontrak Bagi Hasil Gross Split.

Sebelumnya, beberapa waktu setelah Arifin Tasrfi dilantik menjadi Menteri ESDM, mantan Dubes untuk Jepang ini memang sudah mengutarakan soal perubahan kontrak bagi wilayah kerja minyak dan gas bumi.

Melihat perkembangan investasi migas yang semakin terpuruk dengan hengkangnya Chevron dari proyek IDD dan Shell dari proyek Shell, bisa jadi membuka opsi bagi mereka untuk kembali bernegosiasi kepada pemerintah.

Perlu diketahui juga bahwa Chevron meminta agar tetap memakai kontrak bagi hasil cost recovery bukan gross split untuk perpanjangan kontrak IDD Tahap I Blok Ganal dan Rapak, terlebih dalam pengembangan IDD Tahap II Gendola-Gehem. Namun saat itu, Kementerian ESDM tetap meminta Chevron memakai Gross Split, alhasil kompromi itu buntu sampai akhirnya Chevron pada Juli berniat keluar dari proyek gas jumbo di laut dalam itu.

Baca Juga: Pengamat: Jika Shell hengkang dari Masela, penggantinya harus perusahaan migas jumbo

Dalam berita KONTAN.co.id pada Januari 2019 menulis, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menegaskan nantinya perpanjangan kontrak ataupun kontrak baru untuk Blok Rapat dan Ganal tetap harus menggunakan skema gross split. Saat ini, Chevron masih tetap bisa menggunakan skema cost recovery. "Sedang dievaluasi. Sampai 2027-2028 tetap cost recovery,"imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini