JAKARTA. Kementerian Perhubungan tak lama lagi akan segera mengeluarkan aturan tarif batas dan batas bawah bawah untuk harga tiket maskapai. Beleid anyar itu tak ayak mendapat sambutan dengan beragam dari kalangan pengusaha angkutan udara. Air Asia terang-terangan tak sepakat dengan rencana penyeragaman tarif batas bawah tiket pesawat itu. Maskapai penerbangan milik taipan Tony Fernandez itu khawatir tak lagi bisa jor-joran menawarkan tiket murah dalam program promosi. Audrey Progastama,
Head of Corporate Secretary and Communication Indonesia Air Asia mengatakan, mestinya pemerintah menerapkan batas bawah tiket secara berbeda untuk maskapai
low cost carrier (LCC) dan maskapai
full service. "Kalau batas bawah antara full service dan LCC tidak diatur, kami kurang setuju. Kalau batasannya sama nanti masyarakat pasti pilih
full service dong," protes Audrey kepada KONTAN, kemarin (24/9). Sekadar mengingatkan, , Menteri Perhubungan bersiap menekan aturan tarif batas atas dan batas bawah. Tarif batas atas akan naik 10% dari ketentuan Permen No 26/2010. Sementara besaran tarif batas bawah diatur minimal 50% dari harga tarif batas atas yang sudah ditetapkan. Mengambil contoh rute Jakarta–Bali, tarif batas atas rute itu yang semula Rp 1,4 juta akan menjadi Rp 1,54 juta. Sementara tarif batas bawah rute tersebut akan menjadi Rp 770.000. Lain pendapat dengan Citilink Indonesia. Arif Wibowo, Direktur Utama Citilink Indonesia justru menilai aturan itu tak akan menghambat ekspansi maskapainya yang masuk kategori LCC, sama seperti Air Asia. "Ini malah memudahkan untuk strategi pricing kami," ujar Arif. Sementara maskapai lain yang juga menyuguhkan layanan LCC, PT Lion Mentari Airlines (Lion Air), belum mau memberikan komentar pasti. Sang Direktur Umum, Edward Simanjuntak menyatakan akan mempelajari lebih dalam mendalam beleid anyar itu. Namun, dia bilang akan bernegosiasi dengan pemerintah jika hasil kajiannya menyebutkan aturan itu memberatkan dari sisi bisnis. Edward memilih menjelaskan jika selama ini Lion Air tak mengenal tarif batas bawah. Maskapai itu menerapkan sebanyak 12 kelas tarif untuk mengakomodasi daya beli masyarakat. Tak cuma maskapai LCC, pendapat juga meluncur dari Garuda Indonesia yang mengoperasikan penerbangan
full service. Maskapai penerbangan plat merah itu memilih menyerahkan penentuan tarif batas maupun bawah kepada mekanisme pasar saja. Menurut Pujobroto,
Vice President Corporate Communication Garuda Indonesia, untuk rute yang sudah ramai, batasan harga sudah terbentuk dengan sendirinya. Dus, masing-masing maskapai penerbangan sudah menyesuaikan harga tiket dengan biaya operasional yang dikeluarkan. "Seperti kami misalnya, untuk airbuss sudah tau berapa biaya operasional yang dibutuhkan dan untuk bombardier berapa yang dibutuhkan," beber Pujobroto. Hindari perang tarif Namun, pemerintah memiliki alasan lain atas rencana penyeragaman tarif batas atas dan bawah tersebut, yakni memperbaiki iklim persaingan usaha di industri penerbangan yang dirasa sudah tak sehat. "Kami hanya mengakomodasi keinginan pengusaha dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) yang juga minta ada aturan tarif batas bawah," kata Djoko Murdjatmodjo, Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan (Kemhub) beralasan. Djoko menambahkan, aturan tersebut tak serta-merta menghilangkan peluang maskapai penerbangan yang ingin menyodorkan harga tiket di bawah ketentuan. Maskapai ini bisa menyodorkan tiket murah dengan izin kepada Kemhub. Lantas, Kemhub akan menilai sodoran harga miring tersebut dengan standar keselamatan penumpang yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Dukungan mengalir dari pengamat penerbangan dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Arista Admadjati. Menurut Arista, penetapan tarif batas bawah itu bisa melindungi konsumen dari perang tarif yang terjadi di kalangan maskapai berbiaya murah.
Tak cuma perlindungan konsumen, para pelaku usaha di industri penerbangan LCC juga bakal diuntungkan dengan aturan itu. Maklum, perang harga itu justru membikin mereka babak -belur sendiri. Namun, Arista memberi catatan, aturan baru tersebut semestinya juga mengatur sanksi bagi maskapai penerbangan yang tetap memberlakukan tarif tidak sesuai ketentuan. Dia mengkritik, selama ini pemerintah cenderung tak tegas setiap kali menerapkan beleid kebijakan. Hal itu dilatarbelakangi tak adanya sanksi tegas yang harusnya juga ditegakkan dalam pemberlakukan aturan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anastasia Lilin Yuliantina