Google: Undang-undang antitrust Australia akan memukul content creator kecil



KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Alphabet Inc (Google) mengatakan undang-undang antitrust yang diusulkan di Australia untuk memaksa perusahaan teknologi membayar berita yang muncul di situs media sosial mereka akan berdampak buruk pada pembuat konten (content creators)  individu dan operator.

Google mengatakan undang-undang yang diusulkan bulan lalu akan membantu perusahaan media besar secara artifisial menaikkan peringkat pencarian mereka, memikat lebih banyak pemirsa ke platform mereka dan memberi mereka keuntungan yang tidak adil atas kontributor kecil yang menjalankan situs web atau saluran YouTube mereka sendiri.

Layanan video YouTube Google memungkinkan individu dan perusahaan membuat saluran yang menampilkan iklan yang menghasilkan pendapatan bagi mereka dan YouTube.


Baca Juga: Accenture dan Google Cloud berupaya dekatkan perusahaan ke konsumen mereka

Raksasa teknologi AS itu mengatakan undang-undang tersebut mungkin juga mewajibkan untuk memberikan data rahasia kepada firma berita besar tentang sistem yang dapat mereka gunakan untuk mencoba tampil lebih tinggi di peringkat di YouTube, menghasilkan lebih sedikit penayangan untuk konten bisnis kecil.

"Undang-undang ini tidak hanya memengaruhi cara Google dan YouTube bekerja dengan bisnis media berita - undang-undang ini juga akan memengaruhi semua pengguna kami di Australia," kata Direktur Pelaksana Google Australia Mel Silva dalam postingan berjudul "Surat Terbuka untuk Warga Australia".

Australia pada akhir Juli mengatakan pihaknya bertujuan untuk memperkenalkan undang-undang tahun ini yang mewajibkan perusahaan teknologi seperti Google dan Facebook Inc (FB.O) untuk membayar perusahaan media untuk konten berita.

Baca Juga: Apple dan Google mendepak Fortnite dari iOS dan PlayStore, ini sebabnya

Bagian pendapatan iklan perusahaan media telah anjlok di era internet. Untuk setiap A $ 100 (US$ 71,93) yang dihabiskan untuk iklan online di Australia, tidak termasuk iklan baris, hampir sepertiganya masuk ke Google dan Facebook, perkiraan pemerintah menunjukkan.

Editor: Handoyo .