Goresan tinta perjalanan bisnis juragan tinta (1)



Banyak orang bisa jadi tidak tahu tinta timbul. Tetapi itulah produk yang digeluti Agung Harijanto. Berbekal dari coba-coba, ia   sukses menekuni usaha pembuatan jenis tinta yang saat digunakan menghasilkan efek timbul ini.

Di bawah bendera usaha Studio13, pria asal Kediri, Jawa Timur ini membuat tinta timbul dengan merek Tinta Timbul dan Reliefer. Ia juga memproduksi cat lukis untuk tekstil merek Fortex. Bedanya, cat lukis ini tidak memunculkan efek timbul.

Tinta timbul dapat digunakan di media, seperti kertas, kaca, dan kayu. Khusus tinta timbul merek Reliefer diaplikasikan di tekstil sebagai tinta sablon. Lantaran efek tersebut, maka sablon yang memakai tinta ini biasa disebut teknik sablon timbul.


Menekuni usaha sejak tahun 2000, kini produk tinta buatan Agung sudah dipasarkan di seluruh kota-kota Pulau Jawa, seperti Surabaya, Yogyakarta, Solo, dan Jakarta.

Di daerah-daerah ini, Agung sudah punya agen dan distributor. "Saya punya 30 agen dan 3 distributor," ujarnya. Selain lewat agen dan distributor, ia juga memasok toko-toko buku skala besar, seperti Gramedia dan Toko Gunung Agung.

Namun, khusus toko buku Gramedia, tidak semuanya bisa memasarkan produk tintanya. "Kalau bagian stationery-nya bukan dipegang Gramedia, saya bisa masuk," katanya.

Soalnya, bila sudah dipegang manajemen Gramedia, peluangnya masuk kecil karena sudah rekanan langsung dengan pemasok tinta asal Korea. Ia mengklaim, banyak pihak mau memasarkan produk tintanya karena tinta buatannya memiliki banyak keistimewaan. Contohnya tinta Fortex. Selain tahan air, tinta ini memiliki banyak pilihan, seperti glow in the dark, airbrush dan gliter.

Khusus Fortex airbrush tidak di-press dengan suhu 350 derajat celcius. "Kalau merek lain panasnya harus 350 derajat," klaimnya. Dengan dibantu sembilan karyawan, ia kini mampu memproduksi 30.000 tube atau botol tinta per bulan.

Satu tube-nya ada yang berukuran 10 mililiter (ml) dan 50 ml, dan dihargai mulai Rp 4.000 hingga Rp 9.000. Paling mahal fortex airbrush yang dibanderol Rp 30.000 per tube. "Dulu awalnya tinta yang saya buat memang banyak dibeli anak-anak, jadi harganya bisa murah,” ujar Agung.

Dengan harga cat di kisaran itu, Agung mampu meraup omzet mulai Rp 120 juta - Rp 130 juta per bulan dengan laba bersih 50%. Agung mengaku, produksi Tinta Timbul mendominasi perolehan omzetnya. Kontribusinya mencapai 40% dari total penjualan dalam sebulan.

Produk tinta ini banyak diminati karena harganya paling murah, hanya Rp 4.000 per tube dengan kapasitas 10 ml. Selain murah, pilihan warnanya juga banyak.  "Ada 24 pilihan warna," jelas Agung.

Menurut Agung, produksi catnya ini banyak dibutuhkan usaha sablon, body painting, hingga seniman. Agung mengaku, tak pernah menyangka usahanya bisa sukses. Terlebih ia merintis usaha dari nol. "Dari tidak punya apa, hanya keahlian," katanya.

Ia berkisah, pernah menetap di beberapa kota buat memasarkan produk catnya di masa awal-awal merintis usaha.        (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri