Green Pramuka dukung PP UU Rusun dipercepat



KONTAN.CO.ID - Pengembang Apartemen Green Pramuka siap mendukung pemerintah mempercepat peraturan pelaksana (PP) UU No. 20 Thn 2011 tentang Rumah Susun sebagai dasar pengelolaan hunian vertikal.

Menurut Marketing Director Green Pramuka City Jeffry Yamin, dengan disusunnya PP UU Rusun yang detail akan memastikan administrasi hunian vertikal berjalan baik dan menghindari terjadinya persoalan akibat kesalahpahaman antara penghuni dan pengembang.

“Ketiadaan peraturan pelaksana UU Rumah Susun membuat konflik antarapihak pengembang dan penghuni hunian vertikal kerap terjadi karena ketiadaan aturan yang jelas. Untuk itu kami mendukung disusunnya PP Undang-Undang Rusun,” tutur Jeffry dalam keterangan resmi, Minggu (10/10).


Jeffry menilai tanpa adanya regulasi yang pasti maka hunian vertikal yang terhitung lebih efisien dan ekonomis untuk memenuhi target mengurangi defisit hunian 11,4 juta yang ditetapkan pemerintah akan sulit terpenuhi.

Dalam catatan Jeffry, tahun ini saja pemerintah telah menargetkan pembangunan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) sebesar 13.155 unit dengan alokasi APBN sebesar Rp 4,7 triliun.

“Seiring mengejar target tersebut, alangkah baiknya jika pemerintah segera menyusun Peraturan Pelaksanaan bagi UU Rusun. Kami dari pihak industri siap mendukung pemerintah dengan memberikan masukan demi menghindarkan konflik di masa mendatang,” tuturnya.

Menurut pengamat properti Erwin Kallo, masalah seputar penghunian dan pengelolaan rumah susun (rusun) terus mengemuka regulasi atau undang-undang yang disusun pemerintah masih lemah danberpotensi menimbulkan konflik antara penghuni, pemilik dan pengembang serta pengelola rumah susun.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun belum mengatursegala hal mengenai rusun. Karena itu, ketidakpastian bisa memicu konflik di lapangan.Selain itu, peraturan pelaksana, mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, danperaturan lainnya pun belum terbit.Tidak heran bila konflik antara penghuni hunian vertikal dan pengembang bisa terjadi.

"Pemerintah belum memahami bahwa properti hunian vertikal adalah industry, membutuhkan regulasi yang detail dan harus dipastikan bahwa regulasi tersebut berjalan serta diawasi. Tanpa itu, sulit mencari titik temu dalam konflik yang terjadi,” ujar Erwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini