Green sukuk dollar akan diterbitkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana menerbitkan green sukuk dalam dominasi dollar Amerika Serikat (AS) tahun depan. Penerbitan obligasi syariah untuk proyek ramah lingkungan itu rencananya akan dilakukan untuk menutup defisit anggaran 2018 yang dipatok sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Suminto mengatakan, jika pemerintah dapat mewujudkan rencana itu maka Indonesia akan menjadi sovereign green global sukuk dalam dolar Amerika Serikat (AS) pertama dunia. Malaysia memang telah menerbitkan green sukuk di tahun ini, namun dalam mata uang ringgit.

"Penerbitan green sukuk tidak saja akan memperluas basis investor dan mengembangkan pasar sukuk, namun juga menunjukkan komitmen dan dukungan Indonesia terhadap isu perubahan iklim dalam kerangka Paris Climate Agreement," kata Suminto, Senin (18/12).


Suminto melanjutkan, Kemkeu saat ini sedang menyiapkan Green Bond atau Sukuk Framework bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan beberapa instansi lain. Pemerintah akan mengidentifikasi proyek-proyek hijau (green projects) yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai underlying asset.

Sejauh ini, dia bilang, pemerintah sudah menandai green projects tahun 2016 sebesar Rp 14,4 triliun untuk refinancing dan green project 2018 sebesar Rp 130 triliun sebagai proyek tahun berjalan.

Pemerintah menargetkan, instrumen baru tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat. "Ditargetkan kuartal pertama 2018. Tetapi bulannya tergantung kondisi pasar dan kebutuhan pembiayaan," tambah dia.

Pada tahun 2018, kebutuhan penerbitan SBN bruto mencapai Rp 846,4 triliun. Instrumen green sukuk menjadi salah satu langkah pembiayaan menutup defisit anggaran.Jumlah itu, terdiri dari penerbitan SBN domestik sebesar Rp 582,1 triliun, SBN valas Rp 145,3 triliun, dan SPN jatuh tempo 2018 sebesar Rp 119 triliun.

Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menilai, peluang penerbitan sovereign green sukuk tersebut cukup baik. Sebab, permintaan obligasi pemerintah Indonesia masih tetap tinggi lantaran imbal hasilnya relatif tinggi. "Agar permintaan tetap baik, pemerintah harus mengelola defisit dengan baik" saran Eric.

Ia menilai, prospek proyek hijau juga cukup baik meski pun biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Namun, ia mengingatkan proyek ini juga memiliki risiko mangkrak jika pengelolaannya tidak baik. "Tetapi justru imbal hasil yang tinggi untuk mengcover risiko ini," tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini