Greenomics meragukan akurasi peta indikatif moratorium hutan



JAKARTA. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Greenomics Indonesia meragukan akurasi peta indikatif moratorium hutan yang terlampir dalam Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.Berdasarkan hasil uji petik yang dilakukan Greenomics terhadap blok-blok hutan alam primer pada peta indikatif tersebut, ditemukan sedikitnya sembilan blok besar yang diklaim sebagai hutan alam primer ternyata kondisinya lebih didominasi oleh hutan alam sekunder.Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi menjelaskan, temuan itu ditemukan pada blok-blok hutan alam di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Elfian mencontohkan, dua blok kawasan konservasi di Provinsi Kalimantan Tengah yang diklaim oleh peta indikatif sebagai hutan alam primer, ternyata menurut data Kementerian Kehutanan merupakan tutupan hutan yang didominasi oleh hutan alam sekunder.Dia menduga, kesalahan ini untuk meningkatkan status hutan alam sekunder menjadi hutan alam primer. “Ada indikasi, Inpres tersebut ingin memaksimalkan luas areal moratorium dari kawasan konservasi dan hutan lindung agar terkesan luas areal hutan yang terkena moratorium menjadi luas secara total,” ujar Elfian di Jakarta, Senin (30/5).Karena itu, Greenomics meminta pemerintah tidak mengklaim hutan konservasi dan hutan lindung yang telah berstatus hutan alam sekunder berdasarkan data Kementerian Kehutanan menjadi hutan alam primer. “Klaim tersebut dapat menyesatkan publik," kata Elfian.Selain itu, Greenomics mendesak pemerintah menjelaskan indikasi ketidakakurasian peta indikatif tersebut. Lembaga ini menilai ketidakakuratan tersebut menurunkan kredibilitas instruksi presiden. Selain itu, ketidakakuratan tersebut juga berpotensi besar bisa digugat secara hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can