Growth value investing, strategi ampuh ketika pasar runtuh



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejatuhan pasar jangan disesali terlalu dalam. Hal ini harusnya menjadi peluang bagi investor untuk membeli saham dengan harga diskon.

Namun, tidak semua saham bisa dipilih. Perlu strategi yang pas agar pilihan saham memberikan return di kemudian hari, yaitu value growth investing.

Value growth investing adalah strategi membeli saham dengan fundamental bagus dan memiliki valuasi murah. Biasanya kriteria ini bisa ditemukan pada saham-saham blue chip.


Jadi, anggap saja kejatuhan saham sebagai great sale. Terlebih lagi saat kejatuhan pasar seperti yang terjadi Maret 2020 silam. Saat itu, valuasi saham-saham ini menjadi murah atau di bawah nilai wajarnya.

Valuasi bisa dinilai dari perbandingan harga pasar dan kualitas fundamental perusahaan tersebut. Jika harga pasar di bawah performa fundamental perusahaan, maka saham tersebut bisa disebut murah atau undervalued.

Sebaliknya, jika harga pasar saham berada di atas performa fundamental saham, saham tersebut disebut sudah premium atau overvalued.

Untuk mengukur valuasi bisa menggunakan beberapa metode, seperti PER, PBV, DCF, EV/EBITDA atau RNAV. Sedangkan untuk mengukur kualitas perusahaan ada poin-poin penting yang harus diperhatikan, yaitu model bisnis, manajemen dan kinerja keuangan.

Model bisnis

Model bisnis merupakan hal terpenting yang perlu diperhatikan pada saat melakukan analisis fundamental, sebelum melangkah pada analisis lainnya. Mengapa demikian?

Analisis model bisnis bisa memberikan gambaran besar tentang bagaimana prospek bisnis ke depan, apakah potensial atau justru tidak berkembang. Dengan demikian, analisis bisnis ini bisa membantu investor menyaring saham-saham dengan fundamental bagus.

Analisis model bisnis juga bisa membantu investor menghindari risiko manipulasi laporan keuangan oleh perusahaan. Ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan ketika melakukan analisis bisnis perusahaan. 

Pertama, model bisnis perusahaan. Cobalah analisa bagaimana kegiatan operasional perusahaan bisa menghasilkan penjualan dan keuntungan. Pilihlah perusahaan dengan model bisnis yang dipahami, sehingga Anda tahu bagaimana perusahaan tersebut dapat menghasilkan pendapatan dan laba.

Kedua, pangsa pasar. Coba cari tahu, apakah perusahaan memiliki pangsa pasar besar? Seberapa dibutuhkannya produk tersebut oleh masyarakat?

Contohnya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP). Perusahaan ini memiliki produk makanan ringan dan mi instan yang sangat digemari oleh masyarakat, baik di Indonesia maupun di manca negara.

Cari tahu juga berapa porsi market share yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan kompetitornya. Dibandingkan dengan kompetitornya di industri mi instan, ICBP dengan produknya Indomie menguasai 71-73% pasar mi instan di Indonesia.

Selain itu, untuk produk makanan ringan atau snack, ICBP menguasai 45% pangsa pasar di Indonesia, dengan produk unggulan seperti Chitato, Qtela, Lays, Doritos, Cheetos dan Trenz. 

Ketiga, keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif menghindarkan perusahaan dari perang harga dengan kompetitornya dan membuat pelanggan tetap memilih produk atau layanan dari perusahaan tersebut meskipun kompetisi ketat.

Mari kembali pada contoh ICBP tadi. Cek di sekeliling Anda. Apakah orang-orang menyebut kata mi instan ketika ingin makan mi instan?

Hampir pasti mereka menyebut merek Indomie daripada menyebut mi instan. Tanpa sadar, hal tersebut menjadi kekuatan bagi brand Indomie.

Keempat, scuttlebutting. Ini artinya berpikir seperti konsumen. Buatlah analisis dari sudut pandang konsumen, apa saja keunggulan dan kelemahan produk atau layanan suatu perusahaan.

Kelima, melihat risiko model bisnis perusahaan. Ancaman perusahaan mencakup segala hal internal maupun eksternal.

Secara internal, terdapat ancaman dari manajemen yang kurang bertanggung jawab dan bahkan berujung pada fraud. Sedangkan dari eksternal, kehadiran pesaing, price war, peraturan dan kebijakan pemerintah (cukai, pajak) juga dapat menjadi ancaman tersendiri. 

Risiko lainnya, misalnya, apakah perusahaan bisa terimbas krisis? Apakah perusahaan bisa terganggu dengan perkembangan teknologi? Bagaimana dengan pandemi?

Keenam, lihat karakter bisnis perusahaan. Ada tiga jenis karakter sebuah bisnis atau perusahaan.

Ada perusahaan dengan karakter defensif. Perusahaan di karakter ini menyediakan produk untuk memenuhi kebutuhan primer dan tidak mudah terpengaruh oleh kondisi perekonomian, kebal krisis. Sektor dalam karakter ini adalah barang konsumsi, rokok, utilitas dan farmasi.

Lalu ada karakter cyclical. Sangat terpengaruh perubahan ekonomi, alam, cuaca. Produk yang dihasilkan bersifat substitusi.

Siklusnya biasanya naik saat economy boom dan turun ketika resesi, alias tidak tahan krisis. Sektor yang masuk dalam karakter ini adalah properti, agrikultur, pertambangan, minyak dan gas, keuangan dan poultry.

Selain itu ada karakter turnaround. Ini sebutan untuk bisnis yang memiliki story dari jelek menjadi bagus.

Ini bisa terjadi antara lain karena perubahan model bisnis, perombakan di manajemen perusahaan, hingga perubahan tren atau situasi terkini. Alasan investasi biasanya karena potensi ke depan, namun risiko ketidakpastian tinggi

Terakhir, ada karakter bisnis fast growing. Pendapatan dan laba peruashaan dengan karakter ini biasanya tumbuh sangat cepat pada momen tertentu. Memiliki produk dan jasa yang sangat dibutuhkan (brand power).

Perusahaan juga melakukan inovasi dengan massif dan masih punya ruang yang besar untuk terus berkembang. Biasanya, perusahaan yang berkembang ini punya capital expenditure (capex) besar, jarang membagi dividen dan valuasi cenderung mahal.

Kinerja keuangan

Setelah melakukan analisis secara kualitatif, investor bisa melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan. Dari analisis laporan keuangan ini investor bisa mengetahui kesehatan perusahaan dinilai dari arus kasnya hingga kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan.

Investor juga bisa mengetahui valuasi perusahaan tersebut, apakah cukup murah, dengan nilai yang terdiskon, wajar, atau kemahalan untuk dibeli. Ada beberapa hal penting yang harus jadi fokus dalam menganalisis laporan keuangan perusahaan.

Hal penting tersebut adalah, pertama, aset harus jadi sales. Kedua, sales harus jadi profit.Ketiga, profit harus jadi cash.

Data dari laporan keuangan perusahaan bisa diolah menjadi beberapa rasio yang berguna untuk keperluan analisis lebih dalam. Di antaranya rasio likuiditas, yang mengukur tingkat likuiditas perusahaan, yaitu seberapa cepat aset dicairkan menjadi uang kas

Lalu ada rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba serta rasio solvabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajibannya (utang), baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Selain itu ada rasio valuasi. Sesuai namanya, ini adalah rasio yang mengukur nilai perusahaan saat ini termasuk mahal atau murah 

Valuasi

Seringkali orang mendefinisikan valuasi sebagai sebuah harga. Padahal valuasi berbeda dengan harga. 

Price is what you pay and value is what you get. Valuasi adalah nilai wajar dari perusahaan tersebut, jika perusahaan tersebut dijual. Jadi valuasi saham erat kaitannya dengan nilai intrinsik alias nilai wajar dari sebuah saham. 

Sedangkan harga saham merupakan harga yang ditawarkan di pasar. Harga saham bisa lebih tinggi dari nilai wajar sebuah saham (overvalue) dan juga lebih rendah daripada nilai wajar saham (undervalue).

Dalam analisis valuasi saham, investor akan membandingkan nilai wajar (intrinsik) dengan harga pasar saham saat itu. Apabila nilai intrinsik lebih besar dari harga pasar , maka saham tersebut dalam kondisi murah (undervalued), sehingga layak dibeli atau ditahan apabila saham tersebut sudah dimiliki.

Apabila nilai intrinsik lebih kecil dari harga pasar, maka saham tersebut sudah mulai mahal (overvalued), sehingga baiknya investor mulai menjual untuk merealiasikan keuntungan. Apabila nilai intrinsik sama dengan harga pasar, maka saham tersebut dianggap menunjukkan nilai yang wajar (fair) dan terkadang dianggap kurang menarik bagi investor.

Cigar butt investing

Cigar-butt investing merupakan pendekatan investasi yang berfokus kepada pembelian saham perusahaan yang sahamnya tengah jeblok. Lebih sederhananya, investor membeli saham yang undervalued,  dilihat juga dari PBV.

Benjamin Graham menyebutnya sebagai value investing. Strategi investasi ini cukup sukses karena, pembelian saham sebuah emiten dilakukan saat sedang sangat murah secara keseluruhan.

Namun ada catatan dari Warren Buffet. Strategi ini cocok untuk investor ritel, karena semakin besar dana yang dikelola akan semakin sulit teknik ini berjalan. Selain itu, menurut Jim Chanos, cigar butt juga rawan value trap.

Untuk value growth investing, pada dasarnya saham yang dipilih sudah mature di sektornya. Alhasil, kinerja keuangannya sudah baik. Hanya saja karena kejadian tertentu, harga sahamnya jatuh dan jadi undervalued alias diskon.

Perbedaan paling mencolok dari kedua strategi ini adalah pilihan sahamnya. Strategi value growth investing saham pilihannya adalah saham blue chips. Sedangkan saham cigar butt adalah saham second liner atau bahkan lebih kecil lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata