Grup Salim dirikan pabrik Indomie di Kenya



KENYA. Grup Salim mulai menancapkan bisnisnya di Afrika Timur. Saat ini perusahaan milik Antony Salim itu tengah membangun pabrik Indomie di kawasan pelabuhan Mombasa di Kenya, salah satu negara di Afrika Timur dengan penduduk sekitar 44 juta jiwa.

Grup Salim masuk ke Kenya melalui Salim Wazaran Kenya Co.Ltd. Perusahaan ini didirikan bersama Grup Wazaran asal Arab Saudi dengan komposisi 51% dimiliki Grup Salim dan sisanya dimiliki Wazaran.

Pembangunan pabrik Indomie di Kenya ini merupakan perluasan pasar Indomie Grup Salim di wilayah Afrika. “Rencananya pabrik di Kenya ini sudah akan beroperasi pada November 2013,” kata Agus Susanto, Country Manager Salim Wazaran Kenya Co.Ltd, kepada wartawan KONTAN Umar Idris, Jumat malam (6/9) di Nairobi, Kenya. Saat ini pembangunan pabrik tersebut sudah mencapai 90%.


Menurut Agus, pembangunan pabrik di Kenya menelan investasi US$ 7,3 juta atau sekitar Rp 87,6 miliar (kurs Rp 12.000 per US$ 1). Investasi itu terdiri dari US$ 3,8 juta untuk infrastruktur distribusi, yakni ruang kantor, transportasi, gudang, dan operasional. Sisanya sebanyak US$ 3,5 juta dibenamkan untuk tanah, bangunan, dan mesin. Salim sudah membeli tanah di lokasi pabrik itu sejak 2010.

Kapasitas maksimum pabrik Indomie mencapai 115 juta bungkus per tahun. Pada tahun pertama, pabrik tersebut hanya menargetkan sekitar 50 juta bungkus per tahun. “Di tahun kedua, kami perkirakan bisa mencapai kapasitas maksimum,” terang Agus.

Pabrik di Kenya disiapkan Grup Salim untuk menjangkau pasar di Afrika Timur yang tergabung dalam Komunitas ekonomi Afrika Timur. Kelompok ekonomi ini terdiri dari Kenya, Tanzania, Uganda, Rwanda dan Burundi. “Total pasar di lima negara ini sekitar 132 juta penduduk,” kata Wisnu Mahendra Kusuma, Pelaksana Fungsi Politik Kedutaan Besar Republik Indonesia Nairobi, Kenya.

Kenya, lanjut Wisnu,  merupakan negara termaju ketiga di Afrika setelah Johannesberg (Afrika Selatan), Kairo (Mesir). Para investor yang datang ke Afrika Timur akan memilih Kenya sebagai pusat produksinya.

Menurut Agus, untuk membuka pabrik di Kenya, membutuhkan waktu sekitar 9 bulan, termasuk mengurus perizinan. "Kepastian hukum di Kenya cukup baik, sumber daya manusia lebih maju, makanya kami membuka pabrik di Kenya," pungkas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan