JAKARTA. Gugatan malapraktek terhadap Rumahsakit (RS) Siloam Lippo Karawaci yang diajukan Alfonsus Budi (A.B.) Susanto kandas. Pada 11 Maret lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan menolak gugatan Managing Partner The Jakarta Consulting Group itu.Pertimbangan majelis hakim yang diketuai Eko Supriyono, meski A.B. Susanto berupaya mengajukan argumentasi dan bukti, tidak cukup bukti bahwa para dokter di RS Siloam telah melakukan malapraktek. Namun, Bambang Widjojanto, kuasa hukum A.B Susanto, menilai bahwa selama persidangan, pengadilan telah melanggar azas audi alteram partem atau memberi kesempatan seluas-luasnya bagi semua pihak. "Dalam mengadili perkara perdata berdasarkan azas hukum tersebut, seharusnya hakim bersikap pasif dengan memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada pihak yang bertikai," kata Bambang, kemarin (17/3).Selama persidangan, Bambang mengklaim, kliennya sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi kunci untuk membuktikan tuduhan malapraktek. "Malah pihak tergugat dengan mudahnya memasukkan saksi dalam kesempatan saksi penggugat," ungkap Bambang. Kasus ini berawal saat akhir Oktober 2005 lalu, A.B. Susanto mengalami rasa nyeri di punggung. Ia memeriksakan diri kepada dokter Eka Julianta di RS Siloam Karawaci. Pada 6 Desember 2005, ia melakukan rontgen dan scan magnetic resonance imaging. Dari hasil pemeriksaan, A.B. Susanto didiagnosis menderita infeksi tulang belakang karena bakteri. A.B. Susanto sempat dirawat selama lima hari di rumah sakit. Dokter Eka menyarankan agar dilakukan suntikan semen pada ruas tulang yang agak keropos dengan anestesi lokal. Pada 8 Maret 2008, A.B. Susanto setuju untuk mendapat injeksi semen. Saat itu, kondisi tubuhnya sehat. Ketika dioperasi, A.B. Susanto tidak mendapat anestesi lokal, tapi anestesi umum. Yang melakukan injeksi juga bukan dokter Eka, melainkan asistennya, dokter Julius July.
Guagatan Malapraktek RS Siloam Karawaci Kandas, AB Susanto akan Banding
JAKARTA. Gugatan malapraktek terhadap Rumahsakit (RS) Siloam Lippo Karawaci yang diajukan Alfonsus Budi (A.B.) Susanto kandas. Pada 11 Maret lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan menolak gugatan Managing Partner The Jakarta Consulting Group itu.Pertimbangan majelis hakim yang diketuai Eko Supriyono, meski A.B. Susanto berupaya mengajukan argumentasi dan bukti, tidak cukup bukti bahwa para dokter di RS Siloam telah melakukan malapraktek. Namun, Bambang Widjojanto, kuasa hukum A.B Susanto, menilai bahwa selama persidangan, pengadilan telah melanggar azas audi alteram partem atau memberi kesempatan seluas-luasnya bagi semua pihak. "Dalam mengadili perkara perdata berdasarkan azas hukum tersebut, seharusnya hakim bersikap pasif dengan memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada pihak yang bertikai," kata Bambang, kemarin (17/3).Selama persidangan, Bambang mengklaim, kliennya sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi kunci untuk membuktikan tuduhan malapraktek. "Malah pihak tergugat dengan mudahnya memasukkan saksi dalam kesempatan saksi penggugat," ungkap Bambang. Kasus ini berawal saat akhir Oktober 2005 lalu, A.B. Susanto mengalami rasa nyeri di punggung. Ia memeriksakan diri kepada dokter Eka Julianta di RS Siloam Karawaci. Pada 6 Desember 2005, ia melakukan rontgen dan scan magnetic resonance imaging. Dari hasil pemeriksaan, A.B. Susanto didiagnosis menderita infeksi tulang belakang karena bakteri. A.B. Susanto sempat dirawat selama lima hari di rumah sakit. Dokter Eka menyarankan agar dilakukan suntikan semen pada ruas tulang yang agak keropos dengan anestesi lokal. Pada 8 Maret 2008, A.B. Susanto setuju untuk mendapat injeksi semen. Saat itu, kondisi tubuhnya sehat. Ketika dioperasi, A.B. Susanto tidak mendapat anestesi lokal, tapi anestesi umum. Yang melakukan injeksi juga bukan dokter Eka, melainkan asistennya, dokter Julius July.