Gubernur BI sebut rupiah bergerak stabil & cenderung menguat



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Selama tahun 2018, rupiah sempat mengalami tekanan global. Terparah, pada bulan Oktober 2018 di pasar spot (bloomberg), rupiah menyentuh level Rp 15.224 per dollar Amerika Serikat (AS). Padahal, pada pembukaan tahun, rupiah masih bergerak di level Rp 13.500 per dollar AS.

Sedangkan pada beberapa pekan ini, rupiah bergerak di level Rp 14.500 per dollar. Meskipun sempat mengalami tekanan di akhir pekan lalu serta awal pekan ini. "Depresiasi sekitar 7%, volatitilitas sekitar 7% - 8%. Itu rendah. Kalau kita lihat rupiah kita bergerak stabil dan menguat," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), di kompleks gedung Bi, Jumat (28/12).

Berdasarkan data Bloomberg, sejak awal Januari hingga akhir Desember (28/12) 2018  ini, depresiasi rupiah sebesar 7,35%. Angka ini relatif lebih kecil ketimbang depresiasi mata uang India yang hingga 9,5%. Atau Lyra yang depresiasinya hingga 39,46%. Meskipun demikian, BI melihat rupiah masih undervalue apabila dilihat dari sisi fundamental.


Perry menjabarkan, tekanan rupiah pada awal pekan lalu terjadi karena perkembangan  di AS. Sebab Presiden AS Donald Trump sempat berselisih paham dengan Gubernur The Fed, Jeremy Powell. Selain itu, juga terkait dengan ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang menurut pasar akan lebih tinggi pada tahun 2019. "Tetapi rupiah tetap stabil dan cenderung menguat," ungkapnya.

Secara keseluruhan, rupiah bergerak stabil menguat sesuai mekanisme pasar. Pasar bergerak secara baik, antara lain terlihat dari kondisi penawaran maupun permintaan, serta spot swap maupun Domestik Non-deliverable Forward (DNDF). "Kurs di DNDF tetap terkendali dengan selisih Rp 50 lebih tinggi dari pasar spot," jelasnya. Pada tahun 2019, BI melihat rupiah akan bergerak stabil dan kuat. Meskipun ketidakpastian masih akan berlanjut karena diperkirakan tekanan tidak akan sekuat tahun ini. Fed Fund Rate (suku bunga acuan Amerika Serikat/FFR) diperkirakan hanya akan naik dua kali. Premi resiko juga akan membaik, sehingga memberikan dampak positif pada aliran modal asing yang masuk. "Dari dalam negeri fundamental ekonomi akan lebih baik. Pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dikisaran 5-5,4%, inflasi rendah terkendali 3,5%, dan defisit neraca transaksi berjalan akan menurun dari 3% kita upayakan bersama pemerintah menjadi 2,5%," jelas Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli