Gubernur BI: defisit perdagangan Q2 semakin dalam



JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo memperkirakan, defisit neraca transaksi berjalan atau curret account deficits bisa lebih dalam pada kuartal kedua tahun ini. Menurutnya, ada dua faktor yang akan membuat defisit neraca transaksi berjalan lebih buruk ketimbang di kuartal pertama.

Pertama, dikarenakan jumlah impor yang masih tinggi, terutama karena impor bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang masih besar seiring dengan tingkat konsumsi yang belum mengalami penurunan. Hal itu, terlihat dari neraca perdagangan yang masih mengalami defisit pada bulan Mei 2013 lalu.

Kedua, kinerja ekspor Indonesia yang juga belum menunjukan pertumbuhan. Agus menilai, hal itu lantaran harga komoditas yang masih menunjukkan tren menurun. Kondisi ini dipicu laju perekonomian di negara tujuan ekspor masih melambat.


Meski akan mengalami defisit lebih dalam, Agus tetap optimistis di semester kedua nanti kondisinya akan lebih baik. “Puncak memburuknya defisit neraca transaksi berjalan sepertinya memang di kuartal dua,” kata Agus, Sabtu (15/6) kepada wartawan di Jakarta

Menurut mantan Menteri Keuangan itu, kedepan pemerintah harus memperbaiki sejumlah masalah agar neraca transaksi berjalan dan kondisi perekonomian secara umum lebih baik. Dari permasalah-permasalahan itu, menurut Agus sudah sangat struktural. Misal, sistem industri yang harus ditata lebih baik, supaya nilai kinerja impor bisa optimal.

Saat ini, Agus menambahkan, jumlah impor untuk bahan penolong masih tinggi. Padahal, seharusnya kondisi itu tidak terjadi. Sebab, yang harus ditingkatkan adalah impor barang modal agar industri terus tumbuh.

Di semester kedua nanti, Agus memperkirakan, neraca pembayaran akan mengalami surplus. Faktor itu yang akan mendorong defisit neraca transaksi berjalan lebih baik.

Seperti diketahui, berdasarkan data BI, neraca transaksi berjalan di bulan Mei lalu masih mengalami defisit sebesar 2,4%. Hal itu terlihat dari jumlah ekspor di kuartal pertama tahun 2013 yang mencapai US$ 7.295 juta, dan impor mengalami defisit sebesar US$ 51.793 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan