Gubernur BI ingatkan stance kebijakan bank sentral masih longgar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk tahan suku bunga acuan di level 4,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada bulan ini. Meski begitu, bank sentral meyakinkan bahwa stance kebijakan BI masih longgar. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, saat ini fokus bank sentral adalah menjaga stabilitas eksternal dengan quantitative easing untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, ketidakpastian global masih tinggi akibat Covid-19. 

Baca Juga: Tahan Suku Bunga Meski Ada Ruang Penurunan, Bank Indonesia Gelar Quantitative Easing


"Saya kembali tegaskan, stance kebijakan BI itu masih longgar banget pokoknya! Tapi saat ini quantitative easing yang lebih efektif," tegas Gubernur BI Perry Warjiyo, Selasa (14/4) lewat video conference. 

Quantitative easing yang dilakukan oleh BI hingga kini ditaksir hampir Rp 420 triliun. Injeksi likuiditas tersebut antara lain berupa stabilisasi nilai tukar rupiah dengan membeli Surat berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sebesar Rp 168 triliun. 

Ada juga dari repo yang dilakukan bank-bank sebanyak Rp 55 triliun, serta dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang didapuk mampu menambah likuiditas sebesar Rp 75 triliun.

BI juga kembali hadirkan quantitative easing tambahan berupa penurunan GWM rupiah masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang mampu tambah likuiditas di perbankan hingga Rp 102 triliun. 

Selanjutnya, ada juga peniadaan pemberlakuan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudesial (RIM) terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah selama satu tahun yang mulai berlaku pada 1 Mei 2020. Usaha ini juga ditaksir mampu menambah likuiditas hingga Rp 15,8 triliun. 

Lebih lanjut, ada juga ekspansi operasi moneter lewat penyediaan term-repo kepada bank-bank dan korporasi dengan transaksi underlying SUN / SBSN dengan tenor hingga 1 tahun. 

Baca Juga: Ada pelonggaran GWM, BRI dapat tambahan likuiditas Rp 17 triliun

Agar ramuan quantitative easing yang telah diracik oleh bank sentral tersebut akhirnya mampu mendorong pemulihan ekonomi, Perry mengaku ini tentu saja butuh bantuan pemerintah dan otoritas terkait. 

Menurutnya, pemerintah juga telah hadir lewat beragam stimulus fiskal yang bahkan terbaru mencapai Rp 405,1 triliun untuk biaya kesehatan, menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga perekonomian. Selain itu, dari sisi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah hadir dengan beragam relaksasi. 

"Sinergi yang sangat erat inilah yang diharapkan mampu menjaga pertumbuhan dari Covid-19 dan juga menjaga stabilitas sistem keuangan," tandasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi