JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengingatkan bahwa kerugian yang menimpa beberapa perusahaan Indonesia pada 2013 akibat utang luar negeri berdenominasi mata uang asing alias valas, patut disayangkan. Menurut Agus, kejadian yang memberikan kinerja buruk bagi perusahaan tersebut, lebih dikarenakan tidak menggunakan fasilitas transaksi lindung nilai alias hedging yang sudah diberikan oleh Bank Indonesia. Karena itu, kata Agus, sangat menyayangkan jika terdapat korporasi yang pada 2012 mendapatkan profit sebesar Rp 3 triliun, namun pada tahun berikutnya justru mengalami kerugian mencapai Rp 19 triliun, hanya karena tidak mampu merespons pelemahan rupiah lantaran tidak menggunakan fasilitas transaksi hedging. Lebih lanjut Agus mengungkapkan, fasilitas lindung nilai yang telah diberikan oleh bank sentral tersebut bahkan juga kurang dimanfaatkan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal perusahaan pelat merah tersebut, memiliki ketergantungan terhadap utang luar negeri terkait ekspansi yang dilakukan. "Masih banyak BUMN yang tidak melakukan hedging. Saya menyambut baik beberapa bank besar yang menganjurkan untuk melakukan hedging kepada beberapa nasabah korporasi yang dimilikinya. Tapi itu belum banyak," ucap Agus di Gedung BI, Jakarta, Senin (26/1). Untuk itu, mantan Menteri Keuangan ini menghimbau kepada para pelaku bank devisa di Indonesia untuk lebih aktif dalam memberikan pendampingan dan saran kepada nasabah guna menjaga likuiditasnya. Dengan begitu, diharapkan transaksi keuangan di Indonesia akan dapat meningkat dan menjaga utang luar negeri Indonesia, yang saat ini posisinya membengkak mencapai Rp 3.138,55 triliun. "Kami harap bank dapat menghubungi nasabahnya dan mengingkatkan supaya melakukan hal yang terbaik bagi perusahaan, salah satunya dengan lindung nilai," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Gubernur BI: Masih banyak BUMN tak lakukan hedging
JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengingatkan bahwa kerugian yang menimpa beberapa perusahaan Indonesia pada 2013 akibat utang luar negeri berdenominasi mata uang asing alias valas, patut disayangkan. Menurut Agus, kejadian yang memberikan kinerja buruk bagi perusahaan tersebut, lebih dikarenakan tidak menggunakan fasilitas transaksi lindung nilai alias hedging yang sudah diberikan oleh Bank Indonesia. Karena itu, kata Agus, sangat menyayangkan jika terdapat korporasi yang pada 2012 mendapatkan profit sebesar Rp 3 triliun, namun pada tahun berikutnya justru mengalami kerugian mencapai Rp 19 triliun, hanya karena tidak mampu merespons pelemahan rupiah lantaran tidak menggunakan fasilitas transaksi hedging. Lebih lanjut Agus mengungkapkan, fasilitas lindung nilai yang telah diberikan oleh bank sentral tersebut bahkan juga kurang dimanfaatkan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Padahal perusahaan pelat merah tersebut, memiliki ketergantungan terhadap utang luar negeri terkait ekspansi yang dilakukan. "Masih banyak BUMN yang tidak melakukan hedging. Saya menyambut baik beberapa bank besar yang menganjurkan untuk melakukan hedging kepada beberapa nasabah korporasi yang dimilikinya. Tapi itu belum banyak," ucap Agus di Gedung BI, Jakarta, Senin (26/1). Untuk itu, mantan Menteri Keuangan ini menghimbau kepada para pelaku bank devisa di Indonesia untuk lebih aktif dalam memberikan pendampingan dan saran kepada nasabah guna menjaga likuiditasnya. Dengan begitu, diharapkan transaksi keuangan di Indonesia akan dapat meningkat dan menjaga utang luar negeri Indonesia, yang saat ini posisinya membengkak mencapai Rp 3.138,55 triliun. "Kami harap bank dapat menghubungi nasabahnya dan mengingkatkan supaya melakukan hal yang terbaik bagi perusahaan, salah satunya dengan lindung nilai," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News