Gubernur BI optimistis pelemahan rupiah tak berlanjut tahun depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meyakini tekanan nilai tukar rupiah di tahun depan akan mereda. Menurutnya, fenomena global yang turut mendepresiasi kurs rupiah sepanjang tahun ini akan mulai surut seiring dengan beberapa perubahan kondisi.

Perry mengatakan, setidaknya ada tiga faktor yang membuat tekanan rupiah tahun depan berkurang. Pertama, ia meyakini kenaikan suku bunga The Federal Reserve tahun depan tidak akan setinggi tahun ini.

"Prediksinya, The Fed hanya akan menaikkan suku bunga separuh dari kenaikan tahun ini sekitar 0,5% atau dua kali kenaikan," ujar Perry, Rabu (3/10).


Kedua, ia menilai, investor global juga tidak akan terus menerus menahan investasinya dalam bentuk tunai dollar AS dan bakal kembali menanamkan dananya ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Dengan begitu, tahun depan seharusnya arus modal asing bisa kembali masuk dan menutupi kekurangan devisa yang ada seperti di tahun 2017.

"Tahun lalu rupiah terapresiasi karena defisit devisa dari transaksi keluar barang dan jasa sebesar US$ 17,3 miliar tertutupi oleh aliran devisa dari transaksi masuk modal dan finansial sebesar US$ 29,2 miliar. Akhirnya, neraca keseluruhan kita tahun lalu surplus Rp 11,9 miliar," rinci Perry.

Lain halnya dengan tahun ini yang memang menurut Perry terjadi sebaliknya. Per akhir semester-I 2018, devisa yang keluar untuk transaksi barang dan jasa mencapai US$ 13,7 miliar, sedangkan devisa yang masuk dari investasi langsung cuma US$ 5,4 miliar.

Adapun, penarikan dana investasi asing dari emerging market membuat investasi portofolio asing di Indonesia hanya masuk Rp 0,1 miliar saja di akhir kuartal-II 2018. "Makanya, cadangan devisa kita berkurang untuk menjaga stabilisasi nilai tukar," kata dia.

Terakhir, Perry juga berharap current account deficit (CAD) yang selama ini membebani kurs bisa kembali menyempit tahun depan. Hal ini seiring dengan upaya yang telah dilakukan pemerintah, parlemen, bank sentral, dan para pengusaha.

Dari BI, Perry mengatakan, akan meneruskan kebijakan ahead the curve sebagai langkah preemptive untuk mencegah pembalikan arus modal yang terlalu deras dari dalam negeri. Kenaikan suku bunga dilakukan demi mengikuti tren global agar investasi portofolio di Indonesia tetap tumbuh.

"Sebenarnya saya tidak suka menaikkan suku bunga karena indikator ekonomi dalam negeri belum perlu, tapi kan tren luar negerinya begitu. Ini juga sebagai langkah bersama untuk menurunkan CAD," tutur Perry.

Ia juga berharap, bauran kebijakan moneter yang telah dilakukan seperti intervensi ganda, penyediaan swap valas, pembukaan pasar forward alis domestic NDF bisa memberi dampak positif bagi nilai tukar ke depannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto