JAKARTA. Bisnis rokok masih tetap mengepul, meski berbagai hambatan datang dari berbagai penjuru mata angin. Mulai dari Peraturan Daerah Antirokok hingga fatwa haram merokok. Buktinya, tahun lalu, ada enam produsen rokok yang mengajukan izin investasi ke Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional. Total nilai investasinya mencapai Rp 2,49 triliun. Dua dari enam perusahaan tadi adalah produsen rokok yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia: PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA). Pada 2009, GGRM mengajukan izin investasi senilai Rp 50,22 miliar. Berbeda dengan RMBA yang mengajukan nilai investasi lebih besar, mencapai Rp 1,74 triliun.
Analis Bhakti Securities, Happy Parama, menilai, bisnis GGRM sudah cukup matang sehingga pertumbuhannya tak sebesar produsen rokok lain. Tak heran, nilai investasi GGRM tak terlampau besar. "Kecuali kalau mereka mau membuat inovasi produk yang baru," ujarnya. Konsolidasi distribusi Jika Gudang Garam tak melakukan inovasi bisnis, kata Happy, pertumbuhan pendapatannya ke depan hanya berkisar 2%-3%. Sebaliknya, apabila GGRM meluncurkan inovasinya, maka akan berpengaruh ke kinerja dan berimbas ke harga saham. Demi menyiasati persaingan bisnis rokok, Gudang Garam bakal membenahi jaringan distribusi. Pembenahan tersebut sudah terlihat dari laporan keuangan GGRM sepanjang kuartal ketiga tahun 2009. Pada periode itu, harga pokok penjualan atau cost of good sold GGRM melorot 7% dibandingkan tahun 2008. "Saya melihat, ke depan potensi kenaikan margin Gudang Garam akan signifikan," tutur Isfhan Helmy Arsad, analis E-Trading Securities. Happy juga melihat konsolidasi distribusi rokok akan menjadi ujung tombak GGRM untuk menggenjot kinerjanya. Sebab, secara umum industri rokok masih akan tumbuh, meski banyak sentimen negatif yang mewarnai perjalanannya. Misalnya, fatwa Majelis Ulama Indonesia dan PP Muhammadiyah yang mengharamkan rokok. Analis BNI Securities, Akhmad Nurcahyadi, menilai fatwa haram itu tidak akan mengendurkan minat orang merokok. Sebab, para perokok merupakan konsumen yang loyal. Apalagi, bisnis GGRM cukup dominan di Indonesia, dengan pangsa pasar 21,1%.
Oleh karena itu, Isfhan yakin, pada tahun ini industri rokok masih akan tumbuh sebesar 5%-10% dibandingkan tahun lalu. Dia menghitung, pada 2009 GGRM bisa mengantongi pendapatan Rp 32,5 triliun dan laba bersih Rp 2,5 triliun. Angka ini naik masing-masing sebesar 7,3% dan 31,58% dari pendapatan dan laba bersih 2008. Pada tahun ini, GGRM berpeluang meraup pendapatan Rp 34 triliun dan laba bersih Rp 2,9 triliun. Jadi, Isfhan dan Akhmad merekomendasikan beli saham GGRM. Isfhan memberi target Rp 33.500 per saham, dan Akhmad memasang Rp 27.000 per saham. Sedangkan Happy menyarankan jual saham ini. Alasannya, saat ini harga saham GGRM sudah kemahalan. Dia memberikan target harga Rp 23.400 per saham. Kemarin, harga saham GGRM ditutup turun 1,11% menuju Rp 26.700 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Test Test