JAKARTA. Gugatan PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK) akhirnya kandas. Majelis hakim menyatakan, gugatan itu tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut.Dalam pertimbangannya, Ketua majelis hakim Marsuddin Nainggolan menyatakan, setiap gugatan pembatalan putusan Arbitrase International hanya bisa dilajukan di negara putusan tersebut dikeluarkan. Hal ini berdasarkan Konvensi New York 1958. Konvensi tersebut telah diratifikasi pemerintah dan tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981.Pertimbangan majelis hakim ini sesuai dengan eksepsi yang diajukan tergugat SUEK AG. “Oleh karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berhak, maka gugatan yang diajukan haruslah tidak dapat diterima,” kata Marsudin, Rabu (31/10). Sekedar berkilas balik, sengketa hukum antara Dayaindo dengan SUEK bermula dari adanya gugatan Arbitrase yang diajukan oleh SUEK terhadap Dayaindo di London Court of Intrenational Arbitration (LCIA). Dalam putusannya, pengadilan Arbitrase memerintahkan Dayaindo harus membayar ganti rugi kepada SUEK sebesar US$ 1,197 juta. Pengadilan arbitrase menilai Dayaindo telah wanprestasi terhadap SUEK terkait pelaksanaan perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani keduanya. Atas putusan Arbitrase tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah memberikan teguran kepada Dayaindo agar segera melaksanakannya. Bahkan SUEK sempat menggugat pailit Dayaindo karena tidak mau memenuhi putusan tersebut. Saat ini perkara pailitnya sudah berjalan di tingkat kasasi. Kuasa hukum Dayaindo Liston Sitorus tidak banyak komentar soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia bergegas meninggalkan pengadilan. “Saya akan pikir-pikir dulu,” ujarnya. Sebaliknya, pengacara SUEK Rengganis menyambut baik putusan itu. Dia menyatakan putusan itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Gugatan Dayaindo terhadap SUEK AG akhirnya kandas
JAKARTA. Gugatan PT Dayaindo Resources International Tbk (KARK) akhirnya kandas. Majelis hakim menyatakan, gugatan itu tidak dapat diterima karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara tersebut.Dalam pertimbangannya, Ketua majelis hakim Marsuddin Nainggolan menyatakan, setiap gugatan pembatalan putusan Arbitrase International hanya bisa dilajukan di negara putusan tersebut dikeluarkan. Hal ini berdasarkan Konvensi New York 1958. Konvensi tersebut telah diratifikasi pemerintah dan tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1981.Pertimbangan majelis hakim ini sesuai dengan eksepsi yang diajukan tergugat SUEK AG. “Oleh karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berhak, maka gugatan yang diajukan haruslah tidak dapat diterima,” kata Marsudin, Rabu (31/10). Sekedar berkilas balik, sengketa hukum antara Dayaindo dengan SUEK bermula dari adanya gugatan Arbitrase yang diajukan oleh SUEK terhadap Dayaindo di London Court of Intrenational Arbitration (LCIA). Dalam putusannya, pengadilan Arbitrase memerintahkan Dayaindo harus membayar ganti rugi kepada SUEK sebesar US$ 1,197 juta. Pengadilan arbitrase menilai Dayaindo telah wanprestasi terhadap SUEK terkait pelaksanaan perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani keduanya. Atas putusan Arbitrase tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah memberikan teguran kepada Dayaindo agar segera melaksanakannya. Bahkan SUEK sempat menggugat pailit Dayaindo karena tidak mau memenuhi putusan tersebut. Saat ini perkara pailitnya sudah berjalan di tingkat kasasi. Kuasa hukum Dayaindo Liston Sitorus tidak banyak komentar soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia bergegas meninggalkan pengadilan. “Saya akan pikir-pikir dulu,” ujarnya. Sebaliknya, pengacara SUEK Rengganis menyambut baik putusan itu. Dia menyatakan putusan itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News