Gugatan Direct Vision dinilai prematur



JAKARTA. Sidang sengketa Astro All Asia Networks Plc melawan PT Ayunda Prima Mitra, dan PT Direct Vision di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mulai bergulir. Akhir pekan lalu, sidang mengagendakan eksepsi dari Astro selaku tergugat.

Sebelumnya Ayunda dan Direct Vision mengajukan gugatan pembatalan keputusan Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Putusan SIAC itu menghukum mereka membayar ganti rugi sebesar US$ 230 juta (Rp 2,14 triliun) kepada Astro.

Inti gugatan itu adalah agar PN Jakarta Pusat menolak atau tidak memberikan eksekuator atas putusan SIAC karena putusan tersebut melanggar kedaulatan Indonesia.


Ahmad Djosan, Kuasa Hukum Astro, dalam berkas eksepsinya menilai gugatan Direct Vision dan Ayunda yang meminta agar putusan SIAC tak dapat dieksekusi (non eksekuator), belum saatnya diajukan alias masih prematur.

Menurutnya, permohonan tersebut baru dapat diajukan setelah ada penetapan atas permohonan eksekuator dari PN Jakarta Pusat. Selain itu, gugatan juga baru bisa diajukan bila ada permohonan eksekusi dari Astro atas putusan SIAC tersebut. "Faktanya, permohonan eksekuator atas putusan SIAC tersebut belum diajukan oleh klien kami," kata Ahmad.

Selain itu, lanjut Ahmad, mengingat putusan arbitrase dibuat dan dijatuhkan berdasarkan hukum Arbitrase di Singapura, maka seharusnya penggugat menempuh upaya hukum di Singapura terlebih dahulu sebelum mengajukan gugatan di PN Jakarta Pusat.

Kuasa Hukum Direct Vision, Abimanyu Wenas belum bisa memberi tanggapan terhadap eksepsi Astro tersebut. Ia meminta waktu satu minggu kepada majelis hakim untuk menanggapi eksepsi itu. "Kami akan pelajari dulu eksepsi tersebut," ujarnya.

Pada Oktober 2008, Astro menggugat PT Firts Media Tbk, PT Ayunda Prima Mitra dan PT Direct Vision di SIAC. Perusahaan televisi berbayar asal Malaysia itu bersengketa soal rencana joint venture di Direct Vision, operator siaran Astro di Indonesia. Astro menuding, Ayunda Prima, anak usaha First Media yang menjadi pemegang saham Direct Vision, gagal menyelesaikan rencana kerjasama kedua perusahaan tersebut.

Pada 16 Februari 2010, SIAC mengabulkan gugatan Astro dan menghukum ketiga perusahaan itu membayar ganti rugi itu US$ 230 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini